Bertemu dengan sahabat dan mencurahkan isi hati adalah hal menyenangkan. Saya belajar bahwa tidak hanya saya saja yang mengalami masalah ‘besar’. Saya belajar untuk lebih memperhatikan teman yang punya masalah lebih besar dibandingkan saya. Saya juga belajar, bahwa dengan mencurahkan isi hati, kami bisa saling menopang satu dengan yang lain. Seperti kisah berikut ini, dengan izin dari seorang sahabat yang baru saja curhat, saya menceritakan kembali dalam bentuk tulisan. Harapan saya, dengan tulisan ini, banyak orang yang bisa lebih “berperasaan” kepada kaum single yang tidak selalu mudah dalam menghadapi hari-harinya.

Sekitar tiga tahun yang lalu, tiap kali ibu bertemu dengan seorang pengkhotbah, maka ibu berkata:

“Pak/Bu, tolong doakan anak saya, supaya segera bertemu dengan jodohnya dan menikah.” Demi menutupi rasa malu, saya terpaksa tersenyum manyun di hadapan pengkothbah tersebut.

Di tengah-tengah agenda makan siang bersama,“Segeralah menikah, supaya bisa Ibu bisa pindah ke Malang. Ibu tidak tahan dengan panasnya Surabaya di musim kemarau seperti ini. Enak di Malang, hawanya sejuk.” Segera saya selesaikan makan siang, kemudian membuka aplikasi belanja daring melalui telepon genggam, untuk mencari informasi harga AC yang paling murah.

Kamu ngga ada teman yang bisa dijadikan pacar?

Kurang dari dua minggu setelahnya, percakapan ini terjadi.

“Kamu nggak ada teman laki-laki di Facebook yang bisa dijadikan pacar, tah?” Saya membisu tak mampu menjawab. Muncul penyesalan karena pernah menunjukkan foto-foto saya bersama dengan teman-teman pria. Saya memang pernah dekat dengan beberapa teman pria, tapi tidak sampai berkominten untuk serius.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here