Awalnya, saya mengalami demam. Setelah tidur semalam, besok pagi saya memang sudah kembali segar. Akan tetapi, seminggu kemudian saya mengalami kesulitan berjalan. Kaki saya terasa sakit sekali setiap kali berjalan.

Singkat cerita, saya bertemu dokter yang pandai. Ia menganjurkan saya melakukan ASTO test, diikuti dengan ANA test. Dengan hasil ANA test negatif, pengobatan yang tepat, dan karunia Tuhan, saya kembali pulih setelah sakit beberapa bulan.

Saat sakit, saya sempat berpikir tentang kematian. Saya khawatir anak kami yang baru berusia lima tahun akan mendapat ibu baru. Tidak rela rasanya harus berbagi suami.

“Bila saya meninggal, kamu jangan kawin lagi, ya!” kata saya pada suami waktu itu. Hari ini, kami bisa terbahak-bahak setiap mengingat percakapan itu.

Bagaimana bila benar saya meninggal?

Sungguh tidak masuk akal meminta suami yang masih muda untuk tidak menikah lagi, repot sendiri di bumi, padahal saya sudah bahagia di surga sana.

“Dalam kaya atau miskin,”

Tahun 2016.

Salah satu dari dua mesin usaha suami tidak berfungsi.

Sepanjang tahun kami menjalankan usaha dengan hanya mengandalkan satu mesin. Biaya perbaikan mesin yang rusak besar nilainya, omset terpotong separuh, langganan berpindah, akhirnya kami punya utang usaha.

Di tengah impitan persoalan, suami mendapat tawaran bekerja di luar kota dari seorang teman. Dengan kesepakatan berdua, suami menerima tawaran pekerjaan itu untuk sumber pemasukan.

Atas karunia Tuhan, dengan pertimbangan ada delapan keluarga yang bergantung pada usaha kami, suami tetap meneruskan usaha, dengan meminta saya membantu operasional saat ia di luar kota.

Sejujurnya, saya ingin lari saja dari kesulitan ini, menyerah, tidak peduli, bahkan menyalahkannya. Saya merasa tidak mungkin bisa menyesuaikan diri. Akan tetapi, saya mengiyakan permintaannya.

Dia suami saya. Dan kami berdua sedang menghadapi kesulitan nyata dalam pernikahan.

“Dalam susah maupun senang,”

Tahun 2019.

Persoalannya sebenarnya biasa saja. Suami tidak bisa hadir dalam satu acara bersama kami, tetapi kali itu saya marah besar.

Sebuah reaksi yang sangat janggal dari saya.

Dengan anugerah Tuhan, saya pada akhirnya bisa menemukan akar permasalahannya. Waktu kecil, papa saya sering menolak menghadiri acara. Jadi, saya mengikuti acara tanpa Papa. Saya marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Kemarahan saya pada suami adalah kemarahan saya pada Papa ditambah pada suami.

Kita masuk dalam pernikahan dengan membawa unfinished business dari masa lalu.

Dr. Julianto Simanjuntak, seorang family therapist ternama berkata, masalah pernikahan sudah dimulai sebelum pernikahan.

Baca Juga: Mengapa Kita Bisa Mencintai Orang yang Salah dan Terjebak di Hubungan yang Salah? Ini Penjelasan Psikologisnya

Tidak ada yang tahu seberapa sering dan seberapa hebat kesulitan yang akan kita hadapi.

Bagaimana kita meresponsnya?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here