COVID-19 masih enggan pergi dari Indonesia. Kehadirannya masih menimbulkan sejumlah ketakutan dan berimbas signifikan di berbagai sektor. Tidak heran, makin banyak orang mengerang seraya berharap, “Semoga vaksin antivirus segera ditemukan.”

Sambil berdoa menanti harapan itu terwujud, sudahkah kita berbuat sesuatu untuk lingkungan yang lebih baik? Pertanyaan ini tidak muncul begitu saja. Gara-gara Facebook, saya mengenal sosok inspiratif yang satu ini. Daawia Suhartawan namanya.

Beliau adalah seorang dosen dan peneliti kupu-kupu yang mengenalkan konsep permaculture di  Papua. Terinspirasi dari kearifan lokal Papua, Ibu Daawia memutuskan untuk memulai ketahanan pangan dari rumah. Tindakan nyata ini menginspirasi banyak orang untuk memulai hal serupa.

Cinta Mati pada Alam dan Berkebun

Ibu Daawia yang berasal dari Sulawesi Tenggara ini  memutuskan mengambil jurusan Biologi saat menuntut ilmu di Universitas Cenderawasih. Alasannya sederhana: karena ia cinta mati pada alam.

Di kemudian hari, ia melanjutkan studi S2 di Filipina untuk memperdalam pengetahuan tentang Ilmu Serangga. Kiprahnya masih berlanjut menempuh gelar doctoral di Jerman pada bidang Konservasi Alam. Dari sinilah, terjadi sesuatu yang tidak terduga.

Saya Menderita Depresi

Saat di Jerman dan menempuh pendidikan doctoral, Ibu Daawia menderita penyakit hipertiroid. Pengobatan pun dilakukan secara intensif. Beliau harus menjalani serangkaian radiasi dan terapi obat hormon. Ia mulai menderita depresi karena masih belum kuat dengan efek samping yang ditimbulkan dari obat-obatan tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here