Ketika ada tawaran untuk menulis tentang pacaran dan seluk-beluknya, otomatis ingatan saya kembali mengulang sebuah kisah kasih kelabu.

Kisah sepasang sejoli dan hubungan mereka yang selalu ditudungi ‘awan mendung’. Semua tampak begitu redup, tiada cahaya mereka temukan. Tidak setitik pun.

Topik itu, dan itu saja: Lanjut atau bubar?

Mereka ragu. Apakah perjalanan ini bisa ditempuh lebih jauh atau tidak.

Apa sebabnya?

Orang tua terlalu kolot, melarang hubungan pacaran karena perbedaan suku.

 

Kini, mungkin semakin banyak orang tua berpikir lebih modern. Mereka tak lagi terlalu mempersoalkan perbedaan suku, sehingga membebaskan anaknya berpacaran dengan orang dari suku mana pun.

Namun, masih ada saja orang tua yang ‘kolot’.

Pokoknya, harus cari jodoh yang sesuku!

Nggak peduli anaknya suka atau tidak, yang penting si anak di-warning untuk hanya mencari yang sesuku.

Tidak dapat disangkal, orang tua berpikiran seperti ini karena memiliki beberapa pertimbangan penting. Pacaran dengan orang sesuku, pewarisan tradisi berjalan lancar, aman dan nyaris tanpa hambatan. Andai yang satu membahas soal Sincia, pihak seberang bisa menyediakan sekeranjang jeruk mandarin. Atau, yang satu merencanakan adat ulos-mangulosi, pihak seberang menyediakan diri menyiapkan ikan mas, uang koin, dan babi untuk mengadakan pesta. Intinya, dua keluarga lebih nyambung pola pikirnya.

Kesamaan suku mengurangi keribetan soal tradisi. Dengan kesamaan itu, keluarga lebih mungkin sejalan daripada ribut.

Ya, tentu ada nilai-nilai yang benar di balik pemikiran orang tua kolot seperti itu. Namun, bagaimana jika si anak dan pasangannya sudah kadung super cinta? Ibarat amplop dan prangko, selalu merekat?

 

Untuk kamu yang terhalang restu orang tua karena hubungan cinta beda suku, ini beberapa hal yang perlu kamu pertimbangkan,

jika kamu super cinta dia.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here