Covid semakin dekat, ia mulai singgah di sekitar. Siapa menyangka bahwa kami pun akhirnya harus berdampingan dengannya. Saat itulah saya mulai menyadari betapa berat berjuang melawan virus bandel ini; bukan secara fisik saja, tetapi terutama secara mental dan sosial.

Setelah saya dan suami dinyatakan positif Covid-19, kami segera memberitahu kepada pihak yang wajib tahu. Namun, kami menahan diri dan penuh hati-hati tidak mewartakan kepada semua orang. Bukan karena malu atau merasa hal ini aib. Pengalaman teman-teman yang pernah menjalaninya lebih dulu makin meneguhkan kami untuk sangat berhati-hati menceritakan kondisi kepada orang lain. Bukannya merasa tertolong, kebanyakan respons orang malah membuat makin frustrasi dan membebani.

Ya, kami paham sahabat dan kerabat ingin membantu. Maka izinkanlah kami membagi isi hati agar jangan sampai niat hati yang mulia ternoda oleh respons yang malah menambah lara. Mohon hindari respons yang seperti berikut ini.

“Kok kalian bisa kena?”

Di balik respons ini, ada sebuah keprihatinan dan kesedihan. Sebagai teman dan saudara, pastilah kaget dan rasa tidak percaya akan timbul menerima berita “positif” ini. Namun, tahukah sobat, respons seperti ini dapat ditangkap berbau penghakiman, kecurigaan, dan rasa menyalahkan.

Alih-alih diterima sebagai, “Duh, kami ikut prihatin,” respons ini lebih sering diartikan sebagai,

  • “Kalian keluyuran ke mana aja sampai kena?”
  • “Kalian paham protokol kesehatan ga sih sampe bisa positif?”
  • “Salah kalian sendiri ga jaga diri, sampe begitu kondisinya!”

Anda dapat mengungkapkan keprihatinan dan dukungan dengan cara yang lebih baik. Mendengar kondisi kami yang dikonfirmasi positif, beberapa sahabat mengirimkan pesan singkat, “Kami ikut sedih mendengar berita ini,” diikuti dengan sebuah janji bahwa mereka akan turut mendoakan kesembuhan kami. Salah satu sahabat bahkan hanya mengirim, “Duh,” diikuti emoticon sedih.

Membaca beberapa pesan singkat bernada serupa membuat langkah kami terasa lebih ringan. Ada orang-orang yang peduli dan memperhatikan kami sekalipun terbatas pintu dan dinding rumah. Ekspresi empati yang apa adanya menjadi seperti air sejuk di tengah gurun Covid ini.

“Bila ada orang bersedih hati, ikutlah merasakan kesusahan mereka.” -St. Paul.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here