Media sosial tengah diramaikan oleh isu surat yang diedarkan oleh KomNas Perlindungan Anak terkait beredarnya dan trendnya cuitan atau pemakaian kata “Anjay!” oleh kaum muda.
Menurut surat yang diedarkan, ada dua hal utama yang disorot, yakni soal kekerasan verbal yang tersirat dibalik makna kata “anjay!” dan alasan kontra terkait kebebasan berpendapat atau berekspresi. Kata “Anjay!” digunakan juga oleh kalangan anak muda sebagai sebuah bentuk ekpresi kaget, bahkan pujian.
Menelisik sejarah kemunculan kata “Anjay!” ini. Agak sulit menemukan sumber awal penyebutannya. Hal ini dikarenakan kata ini merupakan bentuk verba/bahasa pasar yang beredar di kalangan anak muda. Namun kemudian kata ini menjadi trending karena digunakan juga oleh public figure atau influencer kaum muda, seperti youtuber, selebgram dan lainnya yang membuatnya semakin dikenal.
Secara akar kata, “Anjay!” berasal dari penyebutan nama hewan “Anjing”. Kata ini kemudian diplesetkan menjadi kata “Anjay!”; “Anjritt!!” dan plesetan lainnya yang mirip. Mereka yang menggunakan kata ini mengaku tidak sedang mengumpat karena tidak secara langsung menyebutkan kata “Anjing”.
Melalui sumber ini, kemudian KomNas Perlindungan Anak merasa perlu dan terbeban untuk memberikan komentar dan pandangan. Bersumber dari rasa kepedulian terhadap tumbuh kembang anak dalam lingkungan yang sehat, maka surat edaran itu memberikan dua pendapat mengenai penggunaan kata itu, yakni jikalau kata “Anjay!” digunakan sebagai acuan umpatan, maka hal ini dapat dihitung sebagai bentuk kekerasan verbal karena merendahkan martabat seseorang. Akan tetapi jika kata ini merupakan sebuah bentuk ekspresi, maka tidak dikenakan sebagai tindakan yang salah.
Merespons isu hangat yang sedang beredar ini, penulis memiliki perspektif sendiri soal mengapa kata “Anjay!” tidak pantas digunakan.
Kata “Anjay!” bukan cara berkomunikasi yang santun
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya santun dan dikenal memiliki etika hidup yang tinggi. Bukan hanya pada tingkah lakunya, tetapi juga cara berbahasanya. Sejak dari kecil, orang tua mendidik anak-anak untuk menggunakan bahasa yang santun dan baik. Selain bahasa Indonesia, setiap suku dan budaya melatih anak-anak untuk tidak bercakap yang buruk atau yang dipleseti hingga tidak tampak buruk. Apapun istilah yang dipakai, kata “Anjay!” berasal dari akar kata yang tidak tepat untuk diucapkan. Entah untuk mengumpat atau malah semakin aneh jika dipakai untuk memuji seseorang, bukan?
Maka, pembiaran penggunaan istilah yang tidak tepat ini, sesungguhnya menyalahi ajaran yang baik yang diturunkan sejak lama oleh para nenek moyang. Ada banyak cara berkespresi yang lebih baik dan santun. Namun memakai istilah yang diplesetkan, apapun itu, jika tidak sesuai dengan makna sesungguhnya dan cenderung buruk, maka sesungguhnya ini merupakan sebuah bentuk pembodohan.
maaf, penulis artikel sptnya perlu lebih memahami apa yg ditulisnya dan ini cukup mengganggu. khususnya di poin ke 2, kata anjay tdk pernah dipakai sbg hate speech. saya blm pernah membaca atau melihat ada anak remaja yg ketika marah apalagi bertengkar lalu berkata “anjay”. kata anjay justru dipakai dlm suasana gembira dan bercanda. komnas PA sendiri tau hal ini (maka, mrk menyarankan agar dipakai kata “wow keren” sbg pengganti anjay) dan inilah sebabnya komnas PA mjd makin aneh lagi krn jika utk memuji, tentu saja itu bukan hate speech. jika marah, anak muda akan memakai kata sebenarnya (anjing). alasan kata anjing dimodifikasi mjd anjay justru utk mengubah konotasi kasar itu mjd lebih riang dan santai, sebagaimana penggunaannya. saya mengomentari ini bukan krn suka memakai kata itu, saya sendiri tdk pernah memakai kata anjay krn memang tdk ada di pergaulan saya memakai kata itu. tapi, tulisan ini tetap mengganggu.