Sebuah video menunjukkan kesaksian dari orang-orang yang telah berhasil sembuh dari Covid-19. Mereka menceritakan betapa bersyukurnya mereka bisa terlepas dari virus mematikan tersebut. Namun, setelah melewati masa sulit itu, ternyata perjuangan mereka belum selesai. Mereka harus menghadapi diskriminasi dan stigmatisasi dari orang-orang di luar. Mereka dijauhi karena dianggap masih menjadi pembawa virus.
Di dalam video tersebut, wajah mereka harus disamarkan karena dapat mengancam keberadaan mereka ketika bersosialisasi di dunia luar. Beberapa dari mereka mengaku tidak mendapat perlakuan yang baik ketika orang mengetahui bahwa mereka adalah mantan pengidap Covid-19. Beberapa orang duduk menjauh dari mereka. Beberapa hotel dan rumah penginapan tidak mengizinkan mereka mendapatkan pelayanan. Beberapa tempat perbelanjaan tidak mengizinkan mereka masuk ke sana untuk berbelanja.
Sungguh ironis. Setelah mengalami karantina berminggu-minggu dan berjuang mengatasi kesakitan mereka, lini mereka kembali terkarantina di dunia nyata. Ketika mereka sakit, orang-orang memberi mereka semangat untuk sembuh. Namun setelah mereka sembuh, kehadiran mereka tidak diinginkan dan ditolak. Entah apa mau kita sebenarnya.
Virus Kebencian
Covid-19 belum berakhir. Ia masih ada di berbagai tempat. Tentu para tenaga medis, ilmuwan, dan pemerintah sedang berjuang untuk mengatasinya. Namun ada satu virus yang tanpa sadar terus ada bersama kita dan tidak pernah ditemukan obat penawarnya. Bahkan setelah Covid-19 diusir dari muka bumi, virus ini akan tetap ada dan bisa saja makin merajalela.
Virus ini adalah virus kebencian; sebuah virus yang mematikan. Ia tidak menyerang imun tubuh kita; ia menyerang akal sehat dan mematikan belas kasihan. Ia merenggut jiwa kemanusiaan dan menggantinya dengan kekerasan, diskriminasi, dan peperangan.
Parahnya lagi, virus kebencian juga dapat menyebar cepat. Ia menyebar melalui hasutan, ujaran kebencian (hate speech), dan berita palsu (hoaks) yang beredar di sekitar kita. Apa yang kita baca dan serap, bisa saja sarat dengan virus kebencian dan kita nikmati tanpa sadar.