Pagi itu cerah, meskipun ada jejak air hujan. Ya, semalam banyu langit datang menyejukkan hampir seluruh penjuru kota Semarang. Hujan yang cukup deras semalam membuat cuaca menjadi mendung. Meskipun keadaan terlihat kurang bersahabat, namun hal itu tidak menyurutkan kedua anak saya untuk bersepeda di luar rumah. Mereka memilih taman di sekitar perumahan untuk bermain sejenak.
Tidak sampai 5 menit, mereka sudah asyik sendiri. Si sulung mengayuh sepeda, sementara si tengah mengejar-ngejar kakaknya dan bermain imaginer. Mulai dari berpura-pura menjadi penjual mobil hingga polisi. Saat mengawasi mereka sambil menggendong si bungsu, ada sebuah suara di belakang saya,
“Bu, njenengan sudah ngasih anak-anak lotion nyamuk? Di sini kalau habis hujan banyak nyamuknya, lho.”
Ternyata yang menyapa saya adalah seorang bapak berusia sekitar 50 tahun. Beliau adalah penjaga sekaligus cleaning service taman. Pakaiannya sederhana, Ia memakai sepatu boot tinggi. Tentu saja sepatu itu untuk “perlengkapan perang” dalam membersihkan taman area bawah yang becek.
“Tidak saya kasih lotion, Pak. Mereka main cuma sebentar, kok,” jawab saya.
Bapak tersebut tersenyum sambil menyapu dedaunan yang berserakan. Tidak lama kemudian, ada suara motor diparkir. Kemudian sang pengemudi motor turun dan mengajak si bapak untuk duduk di bangku batu taman. Pengemudi itu masih muda, bermata sipit, dan mengenakan jaket berlogo ojek online. Karena jaraknya cukup dekat, saya bisa mendengar apa yang mereka perbincangkan.
“Pak, awakku ora penak kabeh. Iki lho, aku tuku sega kucing loro. Sijine kanggo Bapak, (Pak, saya sedang tidak enak badan, nih. Oh ya, saya tadi beli nasi kucing dua bungkus. Yang satu buat Bapak,)” kata si abang ojol tersebut. Ternyata ia curhat sejenak kalau tidak enak badan. Meskipun tidak fit, ia tetap bekerja. Si abang ojol membeli sarapan nasi kucing, dan memberikan satu bagian untuk tukang taman.
“Matur nuwun, Koh. Awakmu ora penak? Yo ta keri’i sedhelok, (Terima kasih, Koh. Kamu tidak enak badan? Sini, saya kerokin,)” jawab bapak taman.
Dengan cepat ia berjalan ke arah sepeda tuanya yang diparkir dekat pohon beringin besar. Ia mengeluarkan uang logam dan minyak kayu putih dari tas selempangnya. Dalam sekejap, punggung si abang ojol sudah terlukis warna merah membara. Tangan bapak taman bekerja luwes saat memberi service kerokan kepada si driver ojol.
“Piye, Pak, sepedamu sido ganti? Mengko ta kancani milih motor ing dealer. (Bapak jadi jual sepeda? Nanti saya temani membeli motor di dealer.)”