“Ayo senyum. Pura-pura bahagia gitu, loh …” celetuk seorang fotografer saat memotret saya dan pasangan di hari pernikahan kami.

Kami yang mendengarnya kontan tertawa. Kok pura-pura bahagia, wong memang bahagia beneran.

Kalimat itu mungkin sekadar candaan, memecah suasana agar kami tidak tegang. Kalimat yang sederhana, tapi bermakna plus mengena buat saya.

Hidup dalam Kepura-puraan

Pura-pura artinya tidak sungguhan, bohongan, palsu, memakai topeng, sekadar sandiwara. 

Istilah zaman sekarang: setingan.

Saya jadi ingat kelakuan saya di Sekolah Dasar dulu. Karena malas sekolah, saya pura-pura sakit saja. Saya berpikir keras bagaimana caranya akting sakit saya bisa meyakinkan ayah saya. Ayah saya mengizinkan saya tidak masuk sekolah, meskipun sebenarnya dia tahu saya hanya pura-pura saja.

Seiring pertambahan usia, saya semakin banyak menemukan orang-orang yang hidupnya penuh kepura-puraan.

Apakah memang hidup dalam kepura-puraan itu sebegitu menarik dan membahagiakan hingga banyak orang melakukannya?

1.Hidup dalam kepura-puraan itu bikin capek

Di sebuah adegan di film Hit and Run, biduan terkenal yang diperankan Tjatjana Saphira berkata pada Tegar (Joe Taslim) bahwa ia capek berpura pura. Selama menjadi artis ia diminta manajemennya untuk bicara dibuat buat serta bergaya centil dan lebay sebagai brand image-nya.

Hidup dalam kepura-puraan tidak pernah membuat kita mengalami kebahagiaan sejati.

Kita hanya akan tiba di satu titik di mana kita merasa sangat lelah dengan semuanya.

Pura-pura senang, pura-pura bahagia, pura pura baik, pura-pura perhatian atau peduli, pura pura mencintai, semua kepura-puraan pada akhirnya hanya akan membuat kita lelah.

Daripada terus menerus hidup dalam kemunafikan, kenapa tak mulai dengan sesuatu yang baik saja? Hidup apa adanya, transparan, dan senantiasa memperbaiki diri menjadi pribadi yang hidup dalam ketulusan. Melakukan semua tanpa terpaksa, karena itu lahir dari hati kita.

Baca Juga: Sering Merasa Kurang? Kenali 3 Pemicu Utama Ini agar Tahu Pasti Bagaimana Cara Mengatasi Rasa Kekurangan dalam Diri

2. Hidup berpura-pura tidak akan bertahan lama

Dalam film Aladdin dikisahkan bagaimana sang tokoh utama menyamar menjadi seorang pangeran di hadapan Putri Jasmine. Sampai akhirnya Sang Putri mengetahui Aladdin hanya berpura-pura.

Hidup dalam kepura-puraan bisa saja mendatangkan keuntungan atau mungkin ketenaran, tapi semua hanya untuk sementara.

Yang tak sejati, tak akan abadi.

Lagipula, siapa yang bisa terus menerus berpura-pura sepanjang hidupnya?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here