Lima tahun lalu, rumah yang kami tinggali masih terasa longgar. Namun, sekarang tempat kami berkumpul bersama keluarga ini terasa makin sesak saja.

Tentu bukan rumahnya yang mengecil, tetapi anak-anak kamilah yang tumbuh makin besar. Ya, lima tahun telah mengubah ukuran fisik anak-anak kami menjadi hampir seukuran orangtuanya.

Lima tahun itu juga membuat rumah kami tampak seperti gudang dengan segala macam perabotan yang kian menumpuk; mulai dari perabotan besar sampai perabotan kecil, dari peralatan rumah tangga hingga peralatan sekolah anak-anak.

“Waktunya pindah rumah yang lebih besar nih, Pah …, “ celetuk anak pertama kami saat membantu mamanya bersih-bersih rumah.

“Iya, nanti kamar kita bisa sendiri-sendiri, meja belajar dan TV juga bisa sendiri-sendiri,” imbuh anak kedua kami sembari mengelap kaca yang menjadi tugasnya saat bersih-bersih bareng itu.

Rumah dengan dua kamar mengharuskan dua anak perempuan kami tidur sekamar. Meski kami telah menyediakan dua tempat tidur untuk mereka, namun bagi mereka satu anak satu kamar lebih menyenangkan, apalagi usia mereka beranjak remaja.

Sesuatu yang wajar, bukan?

Ketika anak kita makin tumbuh besar, maka sebagai orangtua tentu ingin memberi ruang lebih besar. Meng-upgrade rumah adalah solusinya. Setidaknya itulah yang dilakukan sebagian besar orangtua dalam rangka membahagiakan keluarga.  

Baca Juga: Perjuangan Memiliki Rumah: Bertahun-tahun Meminta, saat Berhenti Melakukannya, Kami Mendapatkan bahkan Lebih dari Sekadar Rumah

Namun, bagi saya, ukuran rumah tidaklah menjadi faktor penentu kebahagiaan. Asal sudah memenuhi syarat sebagai rumah tinggal, cukuplah! Dan jika mampu memiliki rumah lebih besar tentu akan lebih baik.

Dari sekelumit cerita saya di atas, kira-kira ada hubungan apa antara rumah dan kebahagiaan dalam keluarga? Apa sih yang perlu dipertimbangkan tentang kebahagiaan dalam rumah tangga? Dua hal ini menjadi jawabannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here