2.Komunikasi buruk mempengaruhi tumbuh kembang citra diri anak.

Seorang anak memaki temannya di sekolah. Umpatannya itu bukan sembarang umpatan. Ia dapat menyebutnya dengan tepat, lengkap dan tidak ada satupun yang sedap untuk didengar.

Tak sengaja sang guru mendengar dan melihat kejadian itu. Segeralah ia memanggil anak tersebut dan memarahinya habis-habisan. Kemudian sang guru memanggil orang tuanya untuk memberitahu tabiat buruk anaknya tersebut. Ketika orang tua anak itu datang, sang ayah tidak terkendali amarahnya, dan langsung memaki sang anak dengan umpatan yang sama yang diberikan sang anak kepada teman-temannya. Melihat itu sang guru hanya menggelengkan kepala dan tidak bisa berkata-kata.

Anda paham maksud saya, bukan? Komunikasi yang buruk kepada anak-anak Anda akan berpengaruh pada cara anak itu berkomunikasi dengan orang-orang lain yang ia temui di luar sana. Komunikasi yang ia lihat dan dengar akan membentuk citra dirinya. Seorang anak yang suka mengumpat, kemungkinan besar karena melihat cara orangtuanya berkomunikasi. Seorang anak yang suka marah-marah, juga kemungkinan besar datang dari cara orangtuanya menyampaikan informasi di rumah, bahkan anak yang pendiam juga datang dari keluarga yang minim komunikasi di rumah. Lingkungan komunikasi kita mempengaruhi citra diri seorang anak.

3. Komunikasi buruk mempengaruhi prospek pekerjaan.

Di sebuah desa kecil, para petani sering ketakutan dengan munculnya singa buas dari hutan mereka. Singa ini sudah menelan beberapa nyawa dari penduduk di desa itu. Untuk mencegah hal ini terjadi, maka dibuatlah sebuah pos penjagaan, di mana jika penjaganya melihat ancaman singa ini muncul, ia akan berteriak sekeras mungkin melalui pengeras suara untuk memberitahu para petani yang ada di ladang tentang bahaya yang mendekat.

Ada seorang anak yang suka usil. Ia sering mencuri pengeras suara dari pos penjagaan dan berteriak memberi sinyal seolah-olah si singa buas telah muncul. Para petani sering terpingkal-pingkal melarikan diri. Dan itu menjadi tontonan menarik bagi sang anak. Oleh karena kebiasaan berbohong, akibatnya para petani tidak percaya jika anak itu mulai berteriak.

Suatu kali, sang penjaga pos sedang tertidur. Sang anak sedang main di pos penjagaan tersebut. Tiba-tiba sang anak melihat sebuah pergerakan dari hutan. Ketika diamatinya lebih jauh, jelas ia telah melihat singa buas itu sedang berlari menuju ke ladang para petani. Maka diambilnyalah pengeras suara itu dan sekeras mungkin ia berusaha memberi sinyal pada para petani tentang bahaya yang mendekat. Namun ketika dilihat para petani bahwa ini adalah ulah si anak usil tersebut. Mereka hanya menggelengkan kepala dan menganggap sang anak sedang berbohong. Hari itu, semua petani di ladang menjadi santapan si singa buas tersebut.

Apa yang dapat dipetik dari kisah ini? Semakin banyak Anda suka berbohong di dalam pekerjaan, semakin anda diragukan bahkan tidak dipercaya. Semakin Anda suka mengeluarkan kata-kata basi, semakin Anda tidak mendapat tempat dalam hati tiap rekan kerja anda. Bahkan jika kemudian Anda bertobat, dan mulai berkata-kata yang benar, Anda akan tetap menjadi pembohong di mata orang-orang.

Sudahkah komunikasi Anda berjalan dengan sehat?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here