Karena hidup di tengah-tengah budaya Asia, khususnya Indonesia, kita tidak bisa menghindari topik tentang pernikahan. Pernikahan bagi orang Indonesia, dianggap sebagai tanda kedewasaan. Umumnya orang baru hidup berpisah rumah dengan orangtua, ketika ia sudah menikah. Setua apa pun kita kalau belum menikah, biasanya masih tinggal dengan orang tua.
Pasangan hidup, adalah pergumulan anak muda yang cukup pelik, mungkin setara dengan pergumulan tentang karir dan pendidikan. Sejak remaja, kita mulai tertarik dengan lawan jenis, menjalin asmara, berpacaran, putus-nyambung, atau bahkan nyambung terus sampai menikah.
Bahkan bagi keluarga konservatif, kaum hawa dibebani “umur menikah” – bagi kebanyakan anita menikah di atas usia 30 tahun itu sudah terlambat.
Sayangnya, Menikah Tak Seindah Cerita Dongeng
“…. And they live happily ever after”
Kalimat epilog klasik yang menjadi akhir kisah pangeran-putri di dongeng – dongeng lawas seperti Sleeping Beauty, dan Snow White. Dari kecil kita dijejali dongeng – dongeng bahwa hubungan pria-wanita itu indah, bergairah, dan penuh kebahagiaan. Ditambah dengan menjamurnya drama Korea ketika kita dimanjakan oleh wajah Oppa ganteng nan rupawan atau Eonnie berparas ayu dan badan langsing di layar kaca yang juga kaya, pintar, dan baik. Pokoknya idaman banget.
Sayangnya, dinamika kehidupan berkeluarga tak seindah drama atau dongeng. Di awal cocok, sampai pernikahan belum tentu tidak bertengkar. Ya, banyak pasangan yang merasa saling cocok di awal, tetap saja bertengkar hebat, hingga yang bercerai pun tak sedikit.