Tidak melulu harus berhubungan intim, asal bisa tidur bersama dalam damai, sepasang suami istri bisa menikmati kualitas tidur yang baik. Tidur bisa lebih cepat terlelap dan lebih nyenyak. Paginya pun bisa bangun dengan tubuh dan hati yang segar.
Ketiga, tidur bersama menambah kebahagiaan
Pada awal hubungan pernikahan kami, hal ini sangatlah terasa. Tidur bersama dengan suami justru menambah kebahagiaan. Waktu-waktu menjelang tidur justru menjadi salah satu waktu yang saya nantikan sepanjang hari.
Ketika pisah ranjang dengan suami, yang saya rasakan justru sebaliknya. Kesedihan bertambah. Saya jadi cengeng ketika tiba saatnya tidur, mirip seperti anak kecil yang diharuskan tidur sendiri tanpa orang tua. Padahal sebelum menikah saya tidak pernah takut kalau harus tidur sendirian, namun harus berpisah ranjang dengan suami membuat saya merasa kebahagiaan saya seakan dirampas.
Raja Salomo pernah menulis, hati yang gembira adalah obat, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang. Setelah empat malam pisah ranjang, saya pun jatuh sakit.
Untungnya, bukan karena seorang pelakor yang memisahkan kami, melainkan virus demam berdarah. Saya jugalah yang mengantar dan mendukung agar suami dirawat di rumah sakit. Jadi pisah ranjang ini hanya sementara. Berhubung saya ikutan sakit dan menyusul rawat inap, pisah ranjangnya jadi lebih panjang.
Setelah sepuluh hari, akhirnya kami berdua kembali tidur di ranjang yang sama. Tidur seranjang jadi lebih menyenangkan bagi kami berdua. Kapok sama-sama sakit, harus lebih serius dalam menjaga kesehatan. Pokoknya nggak mau lagi deh pisah ranjang.
Baca Juga:
“Jika Saya Selingkuh, Saya Mati!” 3 Hal Hakiki tentang Relasi dari Janji Suci Ini






