Siapa yang tidak tahu mengapa mal-mal dan toko-toko didekorasi dengan warna serba merah menyala sepanjang bulan Januari ini? Musik-musik bernada oriental pun makin sering terdengar menjelang perayaan Hari Raya Imlek. Angpao-angpao dan makanan khas Imlek pun makin banyak dijual, demikian juga aneka hiasan dengan huruf-huruf yang tak terbaca oleh mata saya yang buta huruf Cina ini.
Dirayakan secara bebas di Indonesia, perayaan hari raya Imlek juga merupakan sebuah sumber penghasilan yang istimewa bagi sebagian besar orang. Benar-benar merupakan sebuah momen hoki yang dinantikan.
Menurut mereka yang berdagang, hoki ini jelas milik mereka. “Tiap Imlek pasti banyak orderan, tiap tahun nambah, loh,” ucap seorang pria separuh baya sambil nyengir senang.
Ngomong-ngomong soal hoki? Siapa sih yang sebenarnya paling hoki di Hari Raya Imlek?
“Yang dapat angpao lah, yang paling hoki” ujar rekan saya sambil cekikikan. Rekan saya ini matanya tidak sipit, kulitnya pun sawo matang. Jelas dia bukan keturunan Tionghoa. Namun Hari Raya Imlek selalu dinantikannya. Bagaimana tidak, itu kesempatannya menambah “penghasilan”. Dengan senang hati para pembagi angpao yang murah hati mengundangnya makan dan memberinya angpao.
“Kalau pas keluarga besar tuan rumah yang mengundang aku lagi ngumpul semua, aku makin untung,” tambahnya lagi sambil cekikikan. Walaupun tidak saling kenal, tapi kalau lihat ada anak-anak atau orang yang masih single, biasanya pasti tetap dikasih angpao. Makin gembiralah hati teman saya ini.