”Kalau orangtua saya saja tidak bisa memaafkan saya, bagaimana Tuhan bisa mengampuni saya?”
Ah, saya jadi mengerti sekarang mengapa ia berulangkali menanyakan tentang pengampunan Tuhan.
”Sepi dan menyiksa lho Pak Wepe hidup tanpa penerimaan orang lain, khususnya keluarga,” pungkasnya dalam sebuah pertemuan
Kesepian di Riuh Popularitas
Beberapa hari yang lalu, saya menyempatkan diri menonton Bohemian Rhapsody, sebuah film berdasarkan kisah nyata perjalanan Freddie Mercury. Dari menjadi seorang tukang angkat bagasi di Bandara Heathrow London hingga menjadi seorang vokalin band kenamaan Queen.
Salah satu bagian yang paling menyentuh, menurut saya, adalah ketika Freddie menelpon kekasih yang sudah berpisah dengannya: Mary Austin. Dari jendela, Freddie menelpon dan meminta Austin menyalakan dan mematikan lampu seolah sebagai tanda kehadiran yang hanya terpisah jarak yang tak seberapa itu. Freddie pun melakukan hal yang sama bagi wanita yang menjadi inspirasi di balik salah satu legendaris Queen: Love of My Life.
Freddie yang begitu dipuja-puja ratusan ribu penggemarnya itu ternyata hidup dalam kesendirian dan kesepian. Berteman dengan kucing-kucing kesayangannya, terkadang muncul pula beberapa pria yang kemudian bergantian tidur bersamanya. Pesta-pesta pengusir rasa sepi pun kerap berlangsung di kediamannya. Keriuhan popularitas di sekitar diri Freddie ternyata tak mampu mengusir rasa kosong di dalam dirinya.
Mary Austin adalah cinta sepanjang hidup Freddie Mercury. Bahkan ketika Freddie mengungkapkan tentang preferensi seksualnya, Mary yang kemudian berpisah dengannya dan menjalani relasi dengan pria lain, terus menjadi sahabat karib baginya. Cinta tanpa relasi seksual adalah salah satu pemberian hidup yang terindah. Setidaknya bagi seorang Freddie Mercury.
Saya pun jadi mengerti apa arti kalimat yang beberapa tahun lalu pernah terdengar di telinga:
”Sepi dan menyiksa lho Pak Wepe hidup tanpa penerimaan orang lain, khususnya keluarga.”
Benarlah apa yang pernah Mother Teresa ungkapkan,” Loneliness and the feeling of being unwanted is the most terrible poverty.” Share on X
Kabar baiknya adalah untuk kemiskinan yang paling parah ini: kesepian dan rasa tak diinginkan, kita dapat berbagi solusi kongkretnya: hati yang terbuka dan tangan yang memeluk mereka yang berbeda.
Gantikan telunjuk penghakiman dengan pelukan penerimaan.
Ada seseorang di sana yang memerlukan dan mungkin sudah menantikannya.
Mungkin seumur hidupnya, ia sedang menanti pelukan penerimaan Anda.
Mengapa terus menunda?