Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah berita di sebuah situs. Tertulis di sana, bisnis penyewaan pasangan untuk acara pernikahan kini menjadi salah satu jenis usaha yang mulai marak di beberapa negara.

Tentu yang dimaksud bukan sekadar menyewa pasangan untuk menghadiri pesta pernikahan – karena memang beberapa perempuan lajang paling ogah datang ke pesta sendirian. Namun, lebih dari itu, bisnis ini menyediakan pasangan [bride or groom] demi memenuhi keinginan penyewanya untuk melangsungkan pernikahan. Permintaan paket lengkap juga dilayani, yaitu penyewaan ‘keluarga’ dan ‘tamu-tamu’ untuk ‘menyempurnakan’ acara pernikahan itu.

Saya terheran-heran dibuatnya.

 

Belum berhenti kekagetan saya, ada juga berita, seorang perempuan di Perancis mengambil keputusan untuk menikahi diri sendiri.

Perempuan ini menyiapkan diri sedemikian rupa dan menjalani serentetan ritual pernikahan – dengan ongkos yang terbilang cukup mahal, seperti janji nikah, pesta dan sebagainya, hanya saja tidak ada pasangan dalam pernikahan itu. Jadi, dia berjanji kepada dirinya sendirinya. Dia akan tetap setia kepada dirinya dalam keadaan suka maupun duka, kaya maupun miskin sehat ataupun sakit.

Dia melakukan hal ini karena dia merasa dirinya berharga, sekalipun tunangannya yang berjanji menikahinya telah pergi meninggalkan dirinya.

Pernikahan solo semacam ini ternyata mulai marak di beberapa negara.

Wah, sebuah fenomena yang menarik!

 

Sekalipun, jujur, saya masih kesulitan mencerna keduanya.

 

Sebegitu pentingkah pernikahan

bagi seorang perempuan?

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here