Saat ini, saya sedang menghadapi masa-masa ketika orang tua saya mengharap anak bungsu mereka segera mengakhiri masa lajangnya. Di sisi lain, cerita-cerita sahabat dan orang-orang terdekat terus menggema bagaikan peringatan sakral dalam pencarian pasangan hidup.
Dalam masa-masa khusyuk untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dalam masa-masa itu pula saya menanti peneguhan jawaban. Dan inilah apa yang saya dapatkan dari masa-masa tersulit dan penuh dengan kepelikan ini:
1. Saya Menyadari, Siapakah Manusia yang Sempurna dan Setangguh Itu?
Tidak ada, sekalipun saya tahu persis bagaimana ibu sekaligus teman saya tersebut adalah istri tangguh dengan segala lika liku dan juga masa-masa berat yang harus dihadapinya sendiri, dia tak sekuat apa yang harus diperjuangkan.
Air mata memang bukan pertanda kelemahan. Air mata hanya tanda bahwa kita tak bisa sendirian menghadapi semuanya. Share on XKita tak setangguh yang dibayangkan. Dan air mata hanya ingin berkata, “Tolong, mengertilah saya.”
2. Saya Harus Siap dengan Segala Konsekuensi dari Keputusan Saya
Ketika kita siap memutuskan, kita juga harus siap untuk menghadapi risiko. Ibu sekaligus teman saya tersebut berpesan, “Makanya, harus matang-matang dan benar-benar kalo milih pasangan.”
Ini sepertinya adalah sesuatu yang biasa saja, tetapi ini nyata dari pengalaman kisah ibu sekaligus sahabat saya tersebut. Sedikit mengalami penyesalan, sedikit merasakan kecewa, dan kesedihan hati yang tak tertanggungkan. Pelajaran keras untuk saya adalah saya harus berpikir matang-matang tentang pasangan saya kelak. Saya harus memperhatikan banyak aspek.
Apakah kenyataan itu membuat saya menjadi seorang pemilih, yang tidak mau menyadari bahwa setiap orang pasti memiliki kelemahan dan ketidaksempurnaan masing-masing?
“Saya harus siap dengan keputusan saya kelak.”
Hanya itu yang menjadi petuah keras untuk saya. Apabila suatu saat saya menemui kelemahan dan ketidaksempurnaan pasangan saya, saya harus siap.
Baca Juga: Tidak Cukup Hanya Cinta Saja. Rumah Tangga Menjadi Neraka atau Surga, Ini 3 Faktor Penentunya
3. Saya Percaya, Tuhan Menyediakan dan Memberi Apa yang Saya Butuhkan
Sang Ibu tersebut, sedikit berkhayal dalam kesedihannya, “Andai saat itu saya tidak terburu-buru.”
Setiap orang pasti pernah mengalami masa-masa ‘penyesalan’. Mempunyai ekspektasi terhadap pasangan atau kehidupan masa depan adalah sebuah keinginan manusiawi yang wajar.
Yang harus disadari,
Keinginan-keinginan kita bukanlah suatu kebutuhan, keinginan-keinginan kita masih bisa ditunda bahkan diganti.
Sedangkan kebutuhan adalah sesuatu yang benar-benar kita perlukan, yang sangat penting. Dan berita baiknya, Tuhan tahu persis kebutuhan setiap manusia.
Baca Juga: “Jika Jodoh di Tangan Tuhan, Bagaimana Mengetahui Pasangan yang Tepat untuk Saya?”






