Di luar langit tampak begitu mendung. Awan-awan yang tadinya bergumpal seperti kapas putih sudah berubah menjadi abu-abu gelap. Perasaan ketar-ketir di hati mulai mampir. Apakah hari ini hujan deras lagi? Kalau hujan, berarti harus siap-siap “tempur”.
Banyak orang tidak tahu kalau hidup di kota kecil tidak selalu tampak nyaman. Mengapa? Karena tidak selalu ada kendaraan umum yang sewaktu-waktu bisa mengangkut penumpang. Jangankan becak, bajaj, ataupun ojek, bus saja hanya setiap satu jam lewat untuk berhenti di halte.
Di kota tempat saya tinggal ini, setidaknya saya harus menempuh perjalanan beberapa kilometer sambil mendorong kereta bayi untuk mencapai sekolah anak saya yang besar. Menempuh perjalanan yang naik turun layaknya daerah perbukitan. Tak jarang, sepatu kets kami pun bisa jebol dalam waktu beberapa bulan saja.
Nah, kalau jalanan seperti itu sudah cukup untuk membuat napas cukup terengah-tengah saat cuaca cerah dan gerah, sekarang coba bayangkan jika hujan deras tiba? Tidak bisa dihindari, saya dan si kecil yang berusia hampir dua tahun harus menerjang cuaca seperti itu. Paling tidak, menunggu di bawah pepohonan sampai angin tidak terlalu kencang dan hujan tidak terlalu deras. Namun, jika sangat deras, terpaksa sang kakak harus menunggu agak lama di kelasnya sampai kami tiba.
Kondisi seperti ini tidak kami alami sendirian. Banyak para ibu lainnya yang juga mengantar-jemput anak ke sekolah dengan menerjang “badai”. Lebih parah lagi bagi mereka yang memiliki anak lebih dari dua. Semuanya balita. Anak-anak mereka pun sudah dipersiapkan dengan jas hujan, payung, sampai sepatu boot plastik. Dua kata yang muncul: super ribet.
Baca Juga: Stres Ibu Rumah Tangga? Saya Juga Mengalaminya, Ma. Saya Tahu, Rasanya Seperti Ingin Meledak Saja!
Mengingat kami harus berjalan kaki dalam hujan sambil menuntun anak-anak kami yang masih kecil, sedikit banyak menghadirkan beberapa makna tersediri. Makna yang setidaknya cukup baik untuk diajarkan kepada anak-anak kita sebagai bekal hidup mereka di masa sekarang maupun mendatang.
Pertama, Hidup itu TIDAK SELALU Berjalan MULUS
Bagaikan cuaca yang selalu berbeda setiap harinya, terkadang kita melihat hidup kita penuh tawa seperti sedang menikmati cuaca cerah dan indah. Namun, tiba-tiba saja, tak disangka mendung pun datang dan membuat hati ini sendu. Syukur-syukur jika hanya mendung, bagaimana kalau yang datang itu badai dengan angin yang mengamuk kencang yang tanpa peduli siap menerpa kita? Ya, hidup memang selalu tidak bisa diprediksi.
Kedua, Jangan Lupa Mempersiapkan Perangkat Penting dalam Hidup Kita
Sama halnya seperti kita perlu menyiapkan payung, jas hujan, dan sepatu boot untuk menerjang hujan badai, kita membutuhkan perangkat penting dalam hidup. Perangkat itu adalah IMAN, DOA, dan PENGHARAPAN.
Pertanyaannya, bagaimana kita mengajarkan tiga hal ini kepada anak-anak kita?
Tentu bisa, tetapi yang dengan cara sesederhana mungkin. Apalagi jika anak-anak kita masih sangat kecil. Mungkin Ayah atau Ibu bisa menceritakan pengalaman-pengalaman saat kecil dulu. Saat sekolah, saat belajar naik sepeda, saat terjatuh, atau saat menangis. Jangan lupa katakan kepada anak kita, bahwa Ayah atau Ibu pun perlu berdoa sambil terus percaya. Ayah dan Ibu perlu berharap kalau kami pasti bisa. Akhirnya, kami pun berhasil.