Seperti besi yang beradu dengan besi yang lain. Tujuannya tentu bukan untuk saling mematahkan. Menghindari peraduan juga hanya membuat kedua besi tumpul termakan waktu. Justu di dalam proses peraduan itulah kedua besi saling menajamkan; demikian pula manusia menajamkan sesamanya. Ini yang dinamakan proses belajar.
Tiga langkah praktis ini dijamin ampuh dalam menghadapi konflik dan membantu rekonsiliasi:
1. Menginisiasi Duduk Bareng Membicarakan Masalah
Ini adalah bagian paling penting sekaligus paling sulit. Dalam kondisi seperti ini, biasanya ego dan emosi bertengger di takhta yang paling tinggi. Kita berlomba menjahit mulut dan memasang muka bebek. Terkadang sedikit membentak dengan kalimat intimidatif.
Maukah kita merendahkan hati kita untuk mengajak duduk bareng dan membicarakan masalah dengan tenang? Disinilah EGO masing-masing harus dilucuti habis-habisan.
Tanpa menanggalkan ego masing-masing, konflik tidak akan pernah selesai.
2. Komunikasi – Menceritakan dan Mendengarkan Duduk Permasalahan
Kita sebagai manusia pasti memiliki kecenderungan untuk membela diri dan mencari pembenaran. Biasanya kita sudah menyiapkan segudang alasan dan serangan balik untuk memenangkan perdebatan. Sayangnya, ini bukan panggung debat.
Di sini yang satu harus bercerita dari sudut pandangnya dan yang satu mendengarkan, demikian sebaliknya sampai masalah jelas untuk kedua belah pihak. Kenapa dia marah, apa ekspektasinya, dimana letak gap-nya, semua harus dibicarakan dengan kepala dingin. Mendengarkan adalah kuncinya pada tahap ini.
3. Minta Maaf dan Ambil Komitmen
Tahap ini bukan berfungsi untuk mencari kambing hitam atau mencari juaranya, melainkan untuk saling mengakui kesalahan dan mengelola emosi. Setelah kedua belah pihak selesai bercerita, keduanya perlu minta maaf.
Siapa pun yang bersalah, keduanya perlu minta maaf.
Perlu juga untuk mengambil komitmen agar lubang yang sama tidak perlu diinjak untuk yang kedua kali. Proses inilah yang disebutkan sebelumnya sebagai proses belajar, atau lebih tepatnya proses pendewasaan. Tanpa konflik, proses pendewasaan itu akan sulit kita temui.
Tuhan memberikan kita pasangan satu paket dengan segala kelemahannya. Itu berarti tujuannya bukan hanya untuk memberi kita rasa nyaman, tapi juga untuk membantu kita keluar dari zona nyaman. Yaitu dengan menghadapi kelemahannya yang akan sangat mungkin memancing konflik di antaranya.
Konflik demi konflik boleh datang silih berganti, tidak dapat kita elakkan. Ketika kita bisa mengalahkannya dengan rukun kembali dan belajar darinya, maka kita akan tampil sebagai pemenang.
Konflik hadir bukan untuk dihindari ataupun dijuarai, melainkan untuk diatasi dan digali harta karun darinya, yaitu pembelajaran. Share on X
Itulah salah satu cara Tuhan mendewasakan anak-anak-Nya.