Seruput Kopi Cantik #12
Yenny Indra
“Tante, di luar saya laki-laki tetapi jiwa saya perempuan. Ini bawaan lahir. Itulah sebabnya pacar saya seorang pria juga,” curhat pemuda di depan saya.
Bukan salah si pemuda jika ia merasa demikian. Itu bawaan lahir. Begitu kini orang awam menyikapi soal-soal seperti ini, bukan?
Apakah memang benar seperti itu? Berpikir demikian, bukankah sama dengan menuduh Tuhan salah menciptakan pemuda itu?
Kebenarannya:
Tuhan tidak pernah salah menciptakan seseorang.
Tuhan menciptakan Hawa sebagai pendamping Adam karena pria dan wanita saling melengkapi. Dua orang pria tidak dapat melengkapi satu sama lain.
Homoseksualitas itu dosa. Tuhan tidak berkenan. Ini keyakinan religius saya. Orang lain mungkin bisa saja mempunyai pendapat yang berbeda.
“Allah adalah benar dan semua manusia pembohong,” demikian kata orang bijak. Inilah juga keyakinan saya. Bahwa Allah tak pernah salah, sedangkan manusia bisa saja salah dengan pikiran dan tindakannya.
Kini, homoseksualitas makin diterima dunia. Padahal, hikmat manusia atau hikmat dunia senantiasa berubah. Tidak percaya?
Dulu, manusia percaya ajaran Aristoteles bahwa bumi adalah pusat tata surya. Kemudian, Galileo Galilei mengatakan bahwa mataharilah pusat tata surya hingga dia dipenjara. Nyatanya, sekarang kita menganut kebenaran penemuan Galileo.
Jika ingin hidup benar, maka standar kebenaran itu adalah Firman Allah semata.
Itu yang saya jelaskan kepada sang pemuda, keyakinan religius pribadi saya. Bukankah ia menanyakan pendapat saya?
“Lalu apa yang harus saya lakukan?” ia bertanya.
“Isi pikiranmu dengan kebenaran firman Tuhan. Belajar, berdoa, dan fokus perbarui pikiranmu dengan kebenaran Tuhan maka dosa akan luntur dengan sendirinya. Ini yang saya pelajari dari buku Rick McFarland.”
“Tapi saya tidak bisa terpisah dari pacar saya. Meski saya tahu itu dosa. Perasaan saya galau dan terombang ambing.”
“Menjauhlah dari pacarmu dan teman-teman lama. Ambil waktu tenang dan perbarui pikiranmu.
Kalau pikiranmu benar maka perasaanmu juga mengikuti, jadi benar juga.
Itu kuncinya. Fokus pada Tuhan. Praktikkan dulu, jangan kebanyakan protes.”
Pemuda itu mulai kembali ke lingkungan tempatnya beribadah. Berkali-kali mengalami jatuh bangun, orang tua dan teman-teman terus mendukungnya tanpa lelah.
Hingga dua tahun kemudian, saya bertemu pemuda itu dengan kekasih barunya, seorang gadis imut yang cantik di sebuah mal.
Semoga salah seorang teman sepersekutuan kami yang juga tengah bergumul masalah orientasi seksualnya dijamah dan dipulihkan Tuhan🙏