Berbicara tentang relationship goals memang indah. Dinner berdua, healing ke tempat-tempat khusus berdua, deep talk setiap malam sebelum tidur, saling memosting foto pacar di Instagram, saling membelikan hadiah dan hal-hal indah lainnya. Setiap orang memang punya cara mencintai yang berbeda-beda. Tiap kali membayangkannya bisa membuat kita cenge-ngesan dengan sendirinya.

Namun, bagaimana jika relationship goals seperti di atas ternyata hanya angan-angan kita saja? Seperti foto-foto di Instagram yang terlihat romantis, tapi ternyata ada proses pertengkaran panjang dibaliknya? Diem-dieman seminggu atau baru saja hampir putus karena ketahuan ada selingkuhan. Relationships goal kita seringkali masih hanya berkutat pada pikiran idealis, tentang apa yang dia inginkan untuk pacarnya lakukan. Kalau kita ingin saling jujur, lebih banyak konflik, hubungan yang terasa datar, komunikasi yang tidak lancar, dari pada kata-kata puitis nan romantis. Takutnya, relationship goal kita sebenarnya sedang menunjukkan antara harapan dan ketakutan yang terjadi pada sebuah hubungan.

Hampir setahun ini, saya dan pacar sedang sibuk memikirkan soal pernikahan. Dalam idealisme saya, rencana pernikahan akan membuat hubungan kami makin lekat satu dengan yang lain. Namun, apa yang terjadi? Bukannya semakin dekat, malah hampir tamat. Setiap perbincangan kami tentang pernikahan selalu diakhiri dengan pertengkaran. Ada saja yang berbeda di antara kami. Memang sejak pacaran, kami punya banyak perbedaan yang saling bertolakbelakang. Namun, tidak saya bayangkan itu terseret hingga rencana-rencana pernikahan kami. Apa lagi ketika apa yang kami rencanakan menjadi gagal karena terhambat satu dan lain hal.

Lambat laun, kami sampai pada suatu masa di mana kami mulai terasa kurang bersemangat untuk membahas soal pernikahan. Apa lagi ketika kami disibukkan dengan pekerjaan yang berbeda-beda di instansi masing-masing. Sekalipun waktu bersama selalu ada, namun rasanya relasi kami kering dan kosong. Saya mulai berpikir, “Apakah yang salah dari kami? Apa yang salah dari komunikasi kami?”

Mars & Venus

Kami berpacaran memang cukup lama. Hampir 7 tahun kami bersama. Namun, banyak tahun kami isi dengan relasi yang jauh alias Long Distance Relationship (LDR). Kami pikir hal itu tidak membawa dampak apa-apa. Hingga kemudian kami memutuskan untuk berada di satu kota yang sama karena ingin mempersiapkan pernikahan. Hal itu membuka banyak kenyataan baru tentang diri kami satu dengan lainnya. Kami belum cukup mengenal dan memahami.

Memang benar kata John Gray, bahwa laki-laki dan wanita adalah dua sosok manusia yang ketika sampai di bumi, mereka lupa bahwa mereka berasal dari planet yang berbeda-beda. Satunya dari Venus dengan pemikiran dan gaya hidupnya sendiri, satunya dari Mars dengan cara berpikirnya yang unik. Artinya, terlalu banyak perbedaan antara pria dan wanita. Satunya lebih mengandalkan logika dalam menganalisis permasalahan, satunya lebih menekankan simpati dan perasaan dalam memahami sebuah masalah. Perlu pengorbanan besar untuk membuka diri agar dapat saling memahami. Tanpa kesediaan itu, relasi yang ideal hanya akan menjadi mimpi di siang bolong.

Merengkuh Luka

Saya belajar bahwa persiapan pernikahan bukan dimulai dari percakapan kapan dan apa yang dibutuhkan untuk menggelar acara pernikahan yang bagus. Akan tetapi, dimulai dari kesediaan untuk mengenal dan memahami pasangan lebih dan lebih lagi. Saya belajar bahwa relationship goals yang utama sebenarnya bukan berbicara tentang seberapa banyak pasangan bisa melakukan hal-hal romantic bersama, namun lebih dalam dari itu yakni seberapa siap mereka saling membuka telinga dan membuka tangannya untuk memeluk.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here