Selama dua tahun pandemi, ada begitu banyak hal baru yang terjadi dalam hidup saya.
Saya yang dahulu mengira bahwa dunia akan tetap baik-baik saja apapun yang terjadi. Saya dulu mengira hal-hal yang buruk tidak mungkin terjadi pada saya. Sampai akhirnya saya mengenal pandemi.
Ketika awal virus Covid 19 ini ditemukan di China saya masih berpikir, “Toh China itu jauh.” Saya masih percaya pemerintah sanggup mengatasinya. Dan ternyata saya dugaan saya salah. Virus itu menyebar begitu cepat juga ke Indonesia.
Pandemi memasuki Indonesia dengan sangat cepat dan merenggut begitu banyak jiwa. Saat itu saya sadar: dunia yang saya kira akan selalu baik-baik saja, bisa menjadi tidak baik-baik saja.
Saya mulai panik, di lain sisi saya mulai depresi karena perubahan gaya hidup yang begitu tiba-tiba. Bagaimana mungkin saya yang dahulu setiap hari rajin kemana-mana, bertemu teman-teman, dan melakukan banyak hal dengan anak-anak; kini harus berdiam diri di rumah.
Saya yakin di satu titik saya mengalami depresi. Saya mulai makan banyak hanya karena saya merasa bosan. Saya mulai ketagihan belanja online dan bermain game online. Saya melakukan hal-hal semacam itu karena saya jenuh.
Hingga akhirnya saya menyadari bahwa apa yang saya lakukan itu salah. Apa yang saya lakukan hanya karena saya ingin menghindari masalah. Saya hanya melarikan diri bak pengecut daripada mencoba mengatasinya dengan cara yang lain.
Walau sepertinya apa yang saya lakukan tidak salah, toh saya tidak menyakiti siapapun dengan tindakan saya. Tapi hasil akhirnya lebih banyak menyakitkan buat saya dibanding dengan kesenangan sesaat ketika menghabiskan seloyang kue dan checkout belanjaan di keranjang Shopee.
Sejak saat itu saya mulai berpikir untuk mencari cara lain yang lebih baik untuk tetap bertahan di rumah saja.
Saya mulai mencari hal-hal yang saya sukai. Sejak dahulu saya suka bahasa, sayapun mencari-cari bahasa apa yang ingin saya pelajari. Saya memutuskan untuk mencari tempat kursus online yang memungkinkan saya untuk mempelajari bahasa yang saya inginkan. Dan ternyata di jaman serba maju ini, semuanya bisa dengan mudah dilakukan.
Tidak hanya berhenti sampai di sana, saya masih merasa banyak hal dari diri saya yang perlu dikembangkan. Saya mulai bereksperimen dengan berbagai masakan dan beragam jenis roti dan kue untuk dibuat. Hasilnya? Lebih memberkati banyak orang karena saya bisa membagikan kue-kue buatan saya pada teman dan keluarga.
Sekarang saya bersyukur karena Tuhan mengijinkan pandemi ini hadir dalam kehidupan saya.
Pandemi ini bagaikan ‘pause button’ dalam kehidupan saya sebelum saya memutuskan untuk ‘shut down’ atau ‘restart’.
Saya bersyukur karena telah memilih yang terakhir. Saya bersyukur karena bisa kembali dengan diri saya yang lebih baik ketika pandemi ini berakhir.
Ini kisah saya menemukan relasi yang lebih baik antara diri saya dan pandemi, bagaimana dengan Anda?