Meskipun Indonesia diizinkan banyak mengalami pergumulan selama pandemi Covid-19, rasanya masih ada berita baik dan angin segar yang patut disyukuri Tercatat di tahun 2021, Indonesia berhasil menorehkan catatan gemilang di bidang olah raga. Yang pertama, berhasil mempertahankan tradisi emas bulu tangkis di Olimpiade Tokyo. Yang kedua, berhasil menyelenggarakan PON XX Papua dengan luar biasa.

Bicara tentang PON XX, rasanya sentimen positif terus mengalir deras di media sosial. Semua masyarakat mengapresiasi upacara pembukaan yang berlangsung meriah. Rata-rata mereka semua mengagumi mewahnya tata lampu, pengisi acara yang luar biasa, dan besarnya stadion Lukas Enembe yang bertaraf internasional. Euforianya melebihi Asian Games yang diadakan beberapa tahun silam.

Bagi saya pribadi, rasa enggan untuk move on dari opening ceremony juga terasa di pikiran. Peristiwa akbar yang sangat menaikkan imun tubuh, sekaligus menjadi tempat refleksi untuk menilik rasa nasionalisme dalam diri sendiri. Saya terpesona dengan lagu pembukaan yang dipilih. “Aku Papua” benar-benar menjadi gerbang pembuka yang membius pikiran. Lagu tersebut menjadi penyampai pesan yang kuat dan dalam.

Ketika mendengarkan lagu ini mengalun, ada berbagai emosi dan rasa yang tertuang di dalamnya. Rasa terharu dan bangga bercampur menjadi satu. Bahkan ketika lagu tersebut berakhir, perasaan merinding dan air mata kebanggaan sulit untuk dibendung.

Hari itu saya melihat ada tiga anak manusia yang mewakili tanah kelahirannya dengan penuh semangat. Edo Kondologit, Michael Jakarimilena, dan Nowela Elisabeth Auparay. Mereka terlihat on fire dan berbangga meneriakkan identitasnya sebagai putra-putri Papua. Siapa yang tidak mengenal ciri fisik khas orang Papua?

Kulit hitam dan rambut keriting yang menjadi ciri tak terbantahkan dari orang Papua diteriakkan dengan penuh kebanggaan. Meruntuhkan semua tembok diskriminasi yang masih membayangi negeri tercinta. Ketiga penyanyi tersebut sukses mengekspresikan rasa syukur akan keunikan fisik dan ras yang mereka sandang sejak lahir.

Melalui akun instagramnya, Nowela berbagi sedikit tentang perasaan insecure yang dialaminya, berkenaan dengan perbedaan fisiknya. Ketika itu Nowela kecil harus mengikuti ayahnya untuk studi lanjut di Salatiga, Jawa Tengah. Ia menuliskan kegelisahan yang mendera pikirannya setiap hari. Perbedaan fisik yang mencolok dengan suku Jawa.

“Waktu kecil saya sering betanya kepada diri sendiri, ‘Mengapa saya dilahirkan sebagai orang Papua?’ Jaman begitu, perlakuan berbeda karena fisik sangatlah saya rasakan, setiap hari dalam tatapan. Nowela kecil pun sering merasa rendah diri karena kulit dan rambut yang berbeda dari orang umum di Jawa.”

Ia pun menyadari, butuh waktu lama untuk bisa menerima dan mengasihi diri sendiri. Nowela berusaha untuk melawan asumsi dan pikiran bahwa Papua terlabel sebagai daerah dan manusia yang tertinggal, terutama dalam hal akademis dan pendidikan karakter. Ia belajar mengasihi diri sendiri sekaligus mencintai dan menghormati Papua sebagai tanah kelahirannya.

Seiring dengan berjalannya waktu, kegelisahan hatinya berganti dengan ucapan syukur. Ia menulis bahwa, “Ada hak istimewa yang Tuhan berikan bagi saya, dilahirkan sebagai seorang PEREMPUAN PAPUA. Dengan tetesan air mata dan suara bergetar, kami nyanyikan, ‘Hitam kulit, keriting rambut, aku Papua’. Aku Papua. Aku Indonesia. Ini waktunya kita. Papua bisa!”

Melalui sepotong kisahya, Nowela seakan hendak berkata bahwa proses mengasihi dan menerima diri sendiri akan mengajarkan sekaligus mengajak orang lain untuk mencintai diri kita. Tentunya bukan sebuah kemustahilan, meskipun sulit untuk menghalau stigma dan pikiran negatif terhadap diri sendiri. Ternyata mengasihi diri sendiri tidaklah mudah, karena kita cenderung insecure pada berbagai hal.

Melalui lagu “Aku Papua”, sesungguhnya pesan persatuan telah tersampaikan dengan baik. Lagu ini tercipta untuk mengajak kita semua menyukuri perbedaan dan menjaga kekayaan tanah Indonesia. Sangat menarik ketika mengetahui bahwa lagu ini diciptakan oleh seorang musisi berdarah Ambon, yang notabene besar di luar Papua. Musisi tersebut adalah alm. Franky Sahilatua, penyanyi ballad yang mencintai alam Indonesia, termasuk Papua di dalamnya. dengan cerdas ia memotret kekayaan tanah Papua melalui potongan syair dan nada.

“Tanah Papua tanah yang kaya

surga kecil jatuh ke bumi

Seluas tanah sebanyak madu

adalah harta harapan

Tanah Papua tanah leluhur

Di sana aku lahir

Bersama angin bersama daun

Aku dibesarkan”

Indonesia tercipta dari berbagai kekayaan sumber daya alam dan manusia yang beragam. Kita kerap lupa untuk menjaga persatuan bangsa, apalagi keanekaragaman hayati yang sudah diberikan dengan cuma-cuma. Semoga PON Papua menjadi salah satu pengingat terbaik bagi kita, masyarakat Indonesia.

Terima perbedaan, jauhi prasangka. Perkuat rasa saling memiliki. Indonesia bisa!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here