Sebuah teriakan keras menghentikan percakapan saya dan istri di pagi hari itu. Teriakan seorang pria yang kemudian diikuti oleh teriakan wanita. Kami, yang saat itu berada di luar rumah, dengan segera menoleh ke arah sumber suara.
Dari nadanya, teriakan bukan teriakan penuh amarah, permintaan tolong, atau ketakutan. Melainkan, sebuah teriakan yang dipenuhi dengan nada kehancuran dan kesedihan.
Dalam waktu yang singkat, suara teriakan berubah menjadi suara tangisan.
Seseorang telah meninggal dunia, demikian kami saling berpandang.
Setelah efek terguncang karena kematian yang selalu muncul tanpa disangka itu berlalu, kami mulai menerka penyebab dari kematian itu. Apakah sakit, apakah usia, ataukah hal lain?
Jawaban yang kami dapatkan kemudian dari tetangga yang baru saja mendatangi rumah duka memberi guncangan kedua di hari yang cerah itu.
Apa yang terjadi?
Teriakan itu berasal dari orangtua yang ketika hendak membangunkan anaknya, membuka pintu kamar dan menemukan anak mereka yang terkasih sudah mati dalam kondisi tergantung.
Anak itu baru berusia 17 tahun.
Sebagai sesama orangtua, hati kami hancur oleh berita itu.
Anak yang seharusnya sedang bersiap untuk mengejar mimpi dan mengubah dunia itu kini harus menutup cerita dengan meninggalkan begitu banyak tanda tanya untuk orang-orang di sekitarnya.
Salah satu kesan terakhir dari keluarga ini adalah bagaimana sang ayah memukul dan menghukum anak itu karena kedapatan menggunakan obat terlarang.
Namun, bukankah penjelasan itu kemudian melahirkan puluhan tanda tanya baru?
Sebagai orangtua, kita semua sadar bahwa tidak ada satu orang pun di dunia ini yang memiliki pengaruh yang lebih besar dalam hidup anak lebih daripada kita, orangtuanya.
Sejak mereka berada dalam kandungan, ketika baru lahir dan hanya bisa menangis, dalam setiap fase pertumbuhan dan tahapan perkembangan, kita adalah sosok konsisten yang selalu hadir bersama mereka.
Kasih dan perhatian kita akan menjadi bahan bakar untuk pertumbuhan mental mereka.
Itulah juga sebabnya mengapa teguran, hinaan, dan nama julukan yang keluar dari mulut kita akan memberikan dampak yang jauh lebih besar dibandingkan bilamana itu semua keluar dari mulut teman atau orang lain.
Anak-anak ini akan berusaha sekuat tenaga, tanpa mereka (dan kita) sadari, untuk menjalani hidup yang bisa membuat bangga kita, orangtuanya.
Mari kita berhenti sejenak untuk mengingat poin yang sering terlupakan ini:
Bahwa di tengah segala keterbatasan kita, hasrat anak untuk mendapatkan pengakuan dari orangtuanya tidak akan pernah hilang.
Sebagai orangtua, sadarkah kita bahwa tidak ada satu orang pun memiliki potensi yang lebih besar untuk memengaruhi anak kita, lebih daripada kita?