Kapten Joyce Lin adalah seorang pilot asal Amerika yang melayani di MAF Papua sebagai pilot. Setelah sekolah bahasa Indonesia selama satu tahun di Jawa Tengah, Joyce berangkat ke Papua untuk bekerja sebagai pilot.

Di Papua, pekerjaan utama Joyce adalah menerbangkan pesawat untuk mengantarkan berbagai obat-obatan, buku pelajaran, dan bahan makanan ke pelosok-pelosok daerah yang sulit dijangkau dengan kendaraan lain. Barang-barang yang dibawanya itu dibagikan ke berbagai puskesmas, sekolah, dan desa yang membutuhkan.

Kecintaan Joyce terhadap IT sudah terlihat sejak ia kecil. Karena kecerdasannya, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah di MIT. Menerbangkan pesawat adalah hal lain yang menjadi kesukaannya, dan itulah yang menggerakkannya untuk mengambil sertifikat pilot saat ia duduk di bangku kuliah.

Setelah lulus, Joyce bekerja selama lebih dari sepuluh tahun di bagian spesialis komputer sebelum menemukan bahwa ternyata ada sebuah panggilan hidup yang begitu sesuai dengan dirinya: kecintaan terhadap IT dan kesukaan menerbangkan pesawat.

Di MAF Papua, ia bisa melakukan misi penerbangan sambil membantu di bidang komputer. Ia bisa melakukan kedua hal yang dicintainya sambil menunjukkan kasih Tuhan lewat semua yang dikerjakannya. 

Pahlawan yang dikenal oleh keluarga yang pernah dibantu dalam evakuasi medis, anak-anak yang bisa mendapatkan buku pelajaran, dan banyak lagi orang di suku terpencil ini menghidupi sebuah pengajaran yang sudah saya dengar berkali-kali,

bahwa

Apapun juga yang kamu buat,

perbuatlah dengan segenap hatimu

seperti untuk Tuhan

*

Hidup Kapten Joyce Lin merefleksikan kepercayaannya. Dan itulah sebabnya ia melakukan apa yang ia lakukan. Itulah sebabnya ia mengabaikan apa yang banyak orang, termasuk saya, pandang sebagai sebuah hal yang patut dibanggakan seperti kepintaran dan keahlian.

Joyce mengerti jelas akan tujuan hidupnya dan itulah sebabnya ia tidak mengejar hal-hal seperti kekayaan dan kekuasaan yang begitu fana.

Sebaliknya, ia melakukan apa yang menjadi panggilannya: membagikan hati Kristus di Papua.

Ia bukan saja rela meninggalkan kehidupan dan potensi karier yang begitu besar untuk pergi ke pedalaman Papua, ia bahkan mengatakan,

“Kalau aku mati melakukan ini, maka aku akan mati karena melakukan panggilan Tuhan dalam hidupku. Untuk hal itu, tidak ada penyesalan bagiku.”

Pada hari Selasa pagi, 12 Mei 2020, Kapten Joyce menerbangkan pesawat MAF untuk menjawab permintaan bantuan berupa kebutuhan pokok dan medis di desa Mamit. Dua menit berselang setelah lepas landas, Kapten Joyce meneriakkan, “Mayday, Mayday!” Dan setelah itu, pesawatnya pun jatuh di Danau Sentani, Jayapura. Ia pun meninggal.

**

Di memorial service, seorang rekan rekannya mengatakan bahwa hidup Joyce adalah bukti nyata seseorang yang melakukan segala sesuatu dengan segenap hati seperti untuk Tuhan.

Rekan itu juga mengatakan bahwa, “We all are preaching our funeral sermons,” dan bahwa Joyce telah mengisi hari-harinya dengan penuh makna dan cinta.

Hidup Joyce telah menjadi “khotbah kematian” yang patut dirayakan.

Bagaimana dengan Anda dan saya hari ini? What kind of  “funeral sermon” are we preaching and writing today?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here