Terlalu lama bekerja, belajar, dan beribadah di rumah, membuat saya dan mungkin sebagian Anda juga, seringkali lupa hari dan tanggal berapakah sekarang ini.  Pagi ini ketika terbangun dari tidur, saya baru menyadari bahwa hari ini adalah Hari Pendidikan Nasional.

Sejarah mencatat salah satu pahlawan nasional yang diakui sebagai pelopor awal dunia pendidikan di Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara, yang sekaligus pendiri Sekolah Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Beliau juga yang menyampaikan pengajaran Ing Ngarso Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Frasa terakhir TUT WURI HANDAYANI dipilih menjadi semboyan dalam bidang pendidikan di Indonesia.

Dalam situasi pendemi Covid-19 yang mengubah banyak hal termasuk dunia pendidikan, setidaknya ada tiga ragam pendidikan yang berubah dalam kaitannya dengan semboyan yang dilontarkan oleh Ki Hajar Dewantara.

Ing ngarso sung tuladha, orang yang berada di depan (pemimpin atau pendidik), harus memberikan contoh yang baik kepada peserta didiknya

“Selamat pagi, Mom. Berikut disampaikan tugas buat anak-anak, ya. Hari ini mempelajari keterampilan membuat masker di rumah. Disampaikan pula panduan dan contohnya. Tolong anak-anak didampingi, jangan lupa direkam dan videonya dikumpulkan besok. Terima kasih.

Belakangan ini, para orang tua yang biasanya para mama muda, sudah terbiasa untuk menerima pesan semacam itu di grup WA kelas anak-anak mereka. Berbagai komentar mulai muncul, bisa ditebak sebagian besar di antaranya bernada keluhan, omelan dan sejenisnya. Para mama yang biasanya sudah sibuk dengan urusan rumah tangga ditambah tugas dan perannya sebagai guru pendamping bagi anak-anaknya. Sadar atau tidak, akhirnya mereka menumpahkan segala isi hatinya (baca : protes kepada guru) di depan anak-anaknya.

Tentu saya sangat memahami perasaan mereka karena terkadang hal yang sama juga saya alami. Tapi saya teringat, sebaiknya hal tersebut tidak disampaikan secara terbuka di depan anak-anak. Di saat-saat seperti ini saya merasa ditegur bahwa peran utama dalam pendidikan untuk anak-anak adalah tetap berada di pundak orang tua. Sesibuk apapun kita, tanggung jawab mendidik anak-anak adalah tanggung jawab orang tua, bukan semata-mata tanggung jawab guru dan sekolah.

Saya mengikutkan anak sulung pada pelajaran tambahan/les di luar jam sekolah reguler. Awalnya karena saya dan istri merasa sudah tidak sanggup menemani dia belajar dan mengerjakan tugas, karena kesibukan pekerjaan yang membuat kami sudah merasa lelah ketika sampai di rumah. Ditambah juga kami merasa tidak dapat mengikuti materi pelajaran yang diberikan.

Saya hanya menyuruh dia berangkat les dan belajar dengan baik, serta membayar uang les sesuai jadwal. Ketika masa ulangan/penilaian semester dia mendapat nilai bagus saya ikut senang, tapi ketika nilai yang diperolehnya jelek, saya marah-marah kepada anak dan juga kepada guru lesnya.

Setelah sekian lama menjalani hal ini, muncul perasaan aneh. Saya merasa berdosa, karena merasa tidak bertanggung jawab terhadap perkembangan belajar anak. Seakan-akan dengan sejumlah uang yang saya bayarkan ke guru les, saya bisa melimpahkan tanggung jawab dan peran tersebut kepadanya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here