“Cyn, kenalkan ini Marko,” ujarnya menirukan ucapan temannya saat memperkenalkanya dengan Marko dulu. “Marko namanya, Macho orangnya,” sambung temannya dengan tertawa renyah.
Marko memang cowok yang menyenangkan. Pembawannya, berbeda dengan otot-ototnya yang kukuh, lembuh, bahkan cenderung sopan sekali. Apalagi menghadapi wanita yang lebih tua. Dia begitu kagum melihat betapa sopannya cowok itu memperlaukan setiap lady di ruangan itu. Pandangan pertama begitu menggoda. Pandangan berikut dan berikut dan berikutnya membuat dia jatuh cinta.
Marko adalah anak tunggal pengusaha property yang cukup berhasil. Bukan hanya itu, papanya sudah menyerahkan tongkat kepemimpinan perusahaan kepadanya. Pendeknya, Marko cocok jadi idaman cewek-cewek. Ganteng, atletis, cerdas plus kaya. Apa lagi yang kurang? Ini!
Penampilan Giant, hati Tweety
Begitu kami menikah, tidak ada lagi pencitraan di antara kami.
“Lho katamu kita tinggal di rumah sendiri?” tanya saya kepada Marko.
“Ya. Nanti,” ujarnya santai, “Lagi pula untuk apa tergesa-gesa. Rumah papa dan mama lebih dari cukup untuk kita tempati.”
Memang rumahnya terlalu besar kalau hanya ditempati papa dan mama Marko. Namun, saya tetap berpegang teguh pada ini: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
Bagi saya, menikah itu berarti saya meninggalkan papa dan mama saya, sedangkan Marko meninggalkan papa dan mamanya. Kami membentuk ‘sarang’ yang baru yang terus kami bangun menurut selera kami sehingga kami bisa belajar mandiri, baik secara finansial, emosional dan spiritual.
Pondok mertua (tidak) indah
Ada guyonan di antara pengantin baru saat ditanya tinggal di mana, jawabannya: “Di Pondok Mertua Indah.”
“Kalau Pak Xavier benar-benar tinggal di Pondok Indah, kami memang tinggal di Pondok Mertua tetapi tanpa kata Indah,” ujar mama muda itu masih mencoba bergurau. “Mengapa saya katakan ‘tidak indah’ karena faktanya memang jauh dari itu. Rumah mertua memang besar, megah dan indah, secara bangunan. Tetapi suasana di dalamnya bak neraka,” sambungnya.
“Bagaimana tidak tinggal di neraka, jika setiap hal sampai sedetail-detailnya diatur mertua,” lanjutnya.
“Jangankan menata perabot, urusan alat mandi pun mertua yang atur. Kesabaran saya hampir habis ketika peralatan CCTV di rumah kami di-up grade yang jauh lebih modern dan jumlahnya ditambah. Yang membuat saya tidak habis pikir, mertua memasang CCTV di kamar kami…,” ujar ibu muda itu. Air mata deras mengalir di pipinya. Dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya.