“Pak Xavier, bisa bertemu sebentar?” ujar seorang ibu muda kepada saya. “Saya benar-benar butuh orang yang bisa mendengarkan saya.”

“Maaf, saya sedang berada di luar negeri,” jawab saya, “Nanti kalau pulang saya jadwalkan ketemu.”

Pertemuan kami lakukan di sebuah pancake house di sebuah mal. “Apa kabar Pak Xavier?” ujar seorang ibu mengagetkan saya yang sedang mengecek email yang berhari-hari selama di luar negeri tidak saya sentuh.

Deg. Jantung saya berdegup. Ibu muda yang dulunya wanita karier yang energik berubah menjadi, maaf, seperti tengkorak hidup. Wajahnya yang dulu chubby dan di-blush on pink, kini tampak pucat mengingatkan saya pada satu tokoh film animasi musikal Coco. Masih segar di ingatan saya bagaimana dia dulu begitu bersemangat saat berceramah di depan ratusan audiensi.

“Kok memandang saya seperti itu?” tanyanya. “Pangling, ya?”

“Ya, waktu bisa mengubahmu begitu drastis,” ujar saya dengan nada sedih.

“Bukan waktu Pak Xavier,” ujarnya lagi, “Tetapi ibu mertua.”

Dia mencoba tertawa. Hambar sekali!

Lalu meluncurlah kisah hidupnya yang memberi saya pelajaran mahapenting tentang relasi dalam rumah tangga.

Cowok atletis itu ternyata anak mama

Itulah kesimpulan pertama saya  saat mendengar kisahnya. Wanita karier ini sekian lama gagal menjalin hubungan dengan cowok karena dia tidak menyukai cowok yang ‘cantik’. “Bagi saya, cowok Korea atau yang wajah-wajahnya seperti itu, kurang macho. They are absolutely not my style!”

Akhirnya setelah di-PDKT banyak cowok dan gagal, seseorang memperkenalkannya saat di pesta ulang tahun perusahaannya. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here