Lalu makannya apa dong? Saya diperbolehkan mengkonsumsi daging merah (daging sapi atau kambing atau babi) dan ikan air tawar sebagai sumber protein, juga tahu dan tempe. Sedangkan sebagai asupan tambahan pengganti susu sapi, susu kedelai menjadi alternatif yang baik.
Setelah mencoba beberapa saat, masalah belum juga terpecahkan! Memang kondisi kulit si bungsu makin membaik, tapi tak pernah bersih mulus. Efek sampingnya, saya kehilangan hampir 10 kg dibanding dengan berat badan saya sebelum mengandung si bungsu! Dan sepertinya si bungsu pun kompak tak ingin berat badannya naik; angka timbangan memutuskan untuk berhenti di 8,5 kg sejak 2 bulan yang lalu.
Tes Alergi
Dengan berbagai pertimbangan, kami akhirnya memutuskan untuk membawa si bungsu menemui dokter anak spesialis imunologi untuk melakukan tes alergi. Dan hasil tes malah membuat saya makin “terpojok”. Si bungsu positif alergi akan ayam (dan unggas lain seperti bebek dan burung dara), telur, susu sapi (dan semua produk turunannya), ikan air tawar, ikan air laut, boga bahari (udang, kepiting, dan kerang kesukaan saya), dan debu!
Saya jadi ingin menyerah memberikan ASI buat si kecil. Seakan membaca pikiran saya, dokter memberi nasihat untuk tetap memberikan ASI. “Anak alergi sangat butuh ASI; lebih baik ASI dengan sedikit efek alergi, daripada susu formula yang mungkin lebih kecil risiko alergennya,” ujar dokter.
Di satu sisi, kami diyakinkan akan alergen yang harus dihindari supaya kondisi si bungsu makin membaik. Tapi di sisi lain, saya makin stress mendapati betapa terbatasnya diet makanan yang bisa saya nikmati. Lebih lagi makanan yang harus dihindari kebanyakan adalah kesukaan saya! Rasanya hidup ini benar-benar menderita.
Kisah Penyintas
Keterbatasan ini mengingatkan saya akan sebuah perjumpaan dengan seorang penyintas kanker payudara dua tahun silam. Saya menemui Ibu Linda untuk menuliskan kisah perjuangannya dalam sebuah edisi majalah Natal gereja. Orang tak akan menyangka ia pernah berjuang melawan kanker demikian rupa jika melihat penampilannya. Beliau tampak prima dan bugar.
Medio 2015, Beliau divonis kanker payudara stadium awal. Sekalipun dokter menjelaskan besar kemungkinan untuk pulih, kanker tetap sebuah momok yang membayangi hidup Beliau. Berbagai jalan pengobatan dijalani untuk kesembuhan; operasi, kemoterapi, radiasi, hingga regulasi diet untuk mendukung segala bentuk pengobatan yang dijalani.
“Ya memang rata-rata penyintas kanker seharusnya menjalani diet yang sama: hindari daging merah, hindari makanan yang dipanggang karena tingkat oksidan yang tinggi. Dokter bilang sedikit-sedikit masih ngga masalah, boleh sesekali makan daging sapi. Tapi saya pikir, daripada makan sedikit lalu pengen terus-menerus lebih baik tidak sama sekali.”