Kehidupan pernikahan memang seringkali tak selancar harapan. Namun, kesediaan memperjuangkan pernikahan adalah hal yang diahrapkan ketika kenyataan mengecewakan. Wawancara ini berlangsung antara penulis dan narasumber yang bersedia berbagi pengalaman hidupnya.
Bagaimana bisa kenal istrimu? Apa yang membuatmu tertarik dengannya?
Tinggal di luar negeri selama 6 tahun untuk study membuat saya kurang teman ketika kembali ke Indonesia. Waktu itu saya sibuk untuk merintis usaha, sehingga tidak ada teman wanita. Namun, saya juga berdoa kepada Tuhan. Ada dua pokok doa yang saya panjatkan.
Pertama, saya ingin istri saya kelak adalah orang yang benar-benar baru, maksudnya bukan berasal dari teman-teman saya di masa lampau. Kedua, saya ingin mendapatkan pasangan yang sanguine karena saya merasa hidup saya monoton dan kurang bervariasi. Saya berharap orang sanguine bisa memberikan warna yang lain dalam kehidupan saya.
Suatu ketika saya dikenalkan pada seseorang oleh rekan usaha saya, karena saya tidak ada teman, saya mau-mau saja. Singkat cerita kami dipertemukan. Saya masih ingat, kami berkenalan di sebuah cafe di sebuah mall. Waktu itu yang datang adalah Celine (bukan nama sebenarnya), teman usaha saya dan kakak Celine.
Setelah berbincang-bincang, saya memerhatikan bahwa Celine punya karakter sanguine. Sedangkan saya adalah orang yang kaku, sungkanan dan canggung. Tidak ada salahnya untuk berkenalan dan memperoleh teman. Dari situlah saya mulai meminta nomor teleponnya. “Orang sanguine pasti enak diajak bicara,” begitu pikir saya.
Terus siapa yang nembak duluan? Gimana hasilnya?
Saya yang menembak duluan, tetapi dengan cara yang sangat kaku. Celine pun menerimanya. Menurut pengakuannya dia berharap punya seseorang yang bisa diajak serius waktu itu.