Parents, apakah kalian juga memiliki anak yang ketika gadget-nya diminta, ia kemudian menangis histeris seakan-akan surga miliknya direbut? Jika iya, mungkin wacana berikut dapat sedikit mengubah cara berpikir kita sebagai orangtua.

Beberapa waktu yang lalu saya menonton program acara televisi ‘Indonesia Lawyer Club’ dengan judul #pemerkosaanakdikebiri? Setimpalkah?

Dikutip dari TRIBUNNEWS.COM — “Kakak dari pelaku pria pemerkosa sembilan anak di Mojokerto memberi pengakuan. Sebagaimana diketahui, seorang pria asal Mojokerto, Jawa Timur, tertangkap atas kasus pemerkosaan pada sembilan anak di bawah umur. Akibat perbuatannya ini pelaku dijatuhi hukuman kebiri oleh Pengadilan Negeri Mojokerto. Melalui acara ‘Indonesia Lawyer Club’ pada Selasa (28/08/2019) sang kakak dari pelaku membeberkan percakapannya dengan adiknya.”

Di akhir acara itu, ada closing statement dari Bu Elly Risman, sang pakar psikologi. Dari data yang telah dikumpulkannya, ternyata si pelaku telah melakukan pemerkosaan sejak 2015. Padahal sekarang umurnya 20 tahun (2019). Berarti sejak empat tahun lalu, ketika berumur 16 tahun, ia sudah melakukan pemerkosaan oleh anak terhadap anak. Bukan orang dewasa terhadap anak. Bu Elly Risman juga telah mendapati data dari pengadilan bahwa si pelaku sejak SD langganan mendatangi warnet dan mengakses konten pornografi.

Ada lagi liputan berita di stasiun Metro TV yang memberitakan seorang remaja bernama Surya Utama yang tinggal di Asahan Sumatera Utara. Ia nyaris buta karena kecanduan game online. Remaja ini bisa bermain game sampai dengan lima jam dalam satu hari.

Menonton acara ILC dan maraknya kasus anak kecanduan game di stasiun TV ini membuat saya merasa miris. Saya sendiri mendapati banyak sekali warnet dan warung yang menyediakan Wi-Fi secara gratis di dekat rumah saya. Di tempat-tempat itu terlihat banyak anak di bawah umur yang duduk nongkrong.

Ketika Anak Kurang Bermain: Kisah Nyata Charles J. Whitman

Bila Anda membuka halaman ini karena melihat dan mengetahui maraknya kasus/issue pemakaian gadget untuk bermain games secara berlebihan, sehingga dampaknya bersifat adiktif/kecanduan dan bahkan kadang berdampak psikologis bagi pengguna maupun orang di sekitarnya, saya berharap Anda bisa terus bertahan membaca hingga akhir. Kita akan membandingkan dengan kasus lain yang terjadi pada tahun 1966 (Sumber diambil dari akun instagram @grace.melia).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here