3. Lari dari Kenyataan
Ditebasnya kepala Thanos ternyata tidak mampu mengembalikan sahabat-sahabat Thor. Kejadian itu membawa Thor pada sebuah penyesalan yang besar.
Thor melarikan diri dari kenyataan dan bentuk penyesalan tersebut dilampiaskan dengan cara minum minuman keras dan makan berlebihan. Selain itu, Thor juga menutup diri dunia luar dan tidak lagi peduli dengan keadaan sekelilingnya.
Thor mengalami perubahan fisik yang mengejutkan.
Saya sama sekali tidak menduga akan melihat Thor – Dewa Petir, dalam keadaan menderita obesitas dengan perut menggelambir layaknya Obelix teman Asterix. Sangka saya, Thor hanya tidak ingin kembali lagi bersama Avengers supaya bisa move on menjalani hidupnya.
Keinginan lari atau sembunyi dari kenyataan dapat begitu menggoda.
Deanaira teman saya bercerita, “Aku, sering kali tergoda untuk lari dari kenyataan pahit yang kualami. Dalam tekanan yang berat ingin rasanya menenggelamkan diri di kolam renang selama mungkin atau makan es krim sebanyak-banyaknya untuk menjaga kepala tetap dingin. Jika kepala belum dingin juga, ingin rasanya pergi jauh dan meninggalkan rumah. Aku tidak ingin bertemu dengan orang-orang yang tampaknya peduli, tapi bentuk kepedulian mereka justru membuat aku makin terpuruk. Aku merasa lebih baik jika aku sama sekali tidak bertemu orang lain.”
Kekecewaan, putus asa, kemarahan, dan penyesalan yang tidak terkendali dapat membawa kehancuran bagi hidup manusia. Namun, lari dari kenyataan dan memilih untuk menutup diri juga tidak akan menyelesaikan masalah yang ada secara tuntas.
Tidak peduli seberapa besar, masalah yang Tuhan izinkan hadir dalam hidup kita harus dihadapi.
Masalah itu hadir untuk membuat kita naik di level berikutnya untuk menjadi pribadi yang lebih tangguh. Jika kita belum berhasil mengatasi masalah di level tertentu, maka ujian kita akan tetap berada di level yang sama. Tidak jauh berbeda dengan siswa di sekolah yang harus mengikuti ujian remedial hingga kita lulus di level tersebut.