Di sebuah salon, seorang stylist mendengarkan pembicaraan anak-anak perempuan yang duduk di depannya. Sebagaimana remaja putri pada umumnya, topik pembicaraan mereka adalah seputar cowok. Dan cinta, tentu saja!
Dengan bebasnya, mereka bergosip ria, bercerita soal cowok yang ini dan itu.
“I love him!”
“I love him!”
“I LOVE HIM!”
Begitu kata mereka.
Dan bukan hanya anak-anak remaja saja yang dibuai olehnya. Kata-kata cinta dan gambar-gambar romantis mulai bermunculan menemani cokelat dan bungkusan hadiah di berbagai tempat. Situasi ini makin menjadi bila mendekati bulan Februari tiap tahunnya.
Budaya dan kebiasaan ini memberikan kemudahan dan bantuan yang besar untuk kita, khususnya para pria. Kita, yang biasanya bingung harus ngomong apa, yang tidak tahu harus beli apa, dan selalu pusing harus ngapain, kini bisa memilih dari berbagai opsi yang disediakan.
Bagi banyak pemuda, inilah juga kesempatan yang baik untuk menyatakan isi hati untuk pertama kali. Deg-degan, khawatir, gugup, semua bercampur jadi satu.
Bagaimana bila saya salah membaca bahasa tubuhnya selama ini? Bagaimana bila ia tidak sehati dengan saya? Bagaimana bila ia membalas dan berkata, “Saya juga sayang kamu, tapi untuk sekarang, kita berte …”
STOP! STOP! STOP!
Jangan dulu pikir sejauh itu, kata kita dalam hati. Dan kita kembali berdebat dengan pikiran kita sendiri sembari menanti tibanya momen istimewa baik di bulan Februari atau di hari yang kita rencanakan untuk mengungkapkan hati dan pikiran.
Di masa-masa selagi para wanita menanti terucapnya tiga kata ajaib dari sang pujaan hati dan para pria berusaha menjadi pujangga dadakan, pikirkanlah 3 hal ini.
Bagi para pria, 3 hal ini akan menjadi alat untuk mengevaluasi perasaan yang sedang menguasai pikiran. Sedangkan bagi para wanita, 3 hal ini akan membantumu untuk lebih bijak dalam mempertimbangkan dan memberikan jawaban.
Sesungguhnya, ada 3 kemungkinan makna di balik kata”I love you” yang diucapkan:
1. “I love you.” Padahal maksud sebenarnya adalah
“I love you because …”
Tidak dapat dimungkiri, cinta itu datangnya dari mata turun ke hati. Akan tetapi,
bila hanya itu yang menjadi dasar sebuah relasi, maka apa yang dibangun di atasnya tidak akan bertahan lama.
Kelompok ini mendasarkan cinta mereka kepada ‘kepribadian’ pasangannya [mobil pribadi, kecantikan/ketampanan, harta kekayaan, dan berbagai hal yang menguntungkan dirinya sendiri].