“Pokoknya kamu harus sekolah kedokteran, kamu kan pintar. Kalau kali ini kamu mau nuruti keinginan Mama untuk menjadi dokter, segala keinginanmu yang lain pasti mama turuti,” pinta seorang ibu kepada anak perempuannya yang baru saja lulus SMA.

Seperti yang bisa kita baca di atas ini, sering kali masih banyak orangtua yang memaksakan keinginannya sendiri kepada anak. Dengan dalih bahwa pilihan orangtua adalah yang terbaik, maka anak harus nurut. Ketimbang membuat pilihan sendiri yang belum jelas masa depannya.

Meskipun sudah ada contoh kasus di luar sana bahwa ada anak yang memilih bunuh diri ketika harus menuruti keinginan orangtuanya, tetapi, pada akhirnya masalah status dan gengsi orangtualah yang membuat mereka tetap menuntut anak tanpa melihat keinginan dan kemampuan si anak tersebut.

Kakek seorang dokter, ayahnya juga dokter, maka anaknya harus dokter.

Ya, sebagai keturunan dari keluarga dokter, seharusnya anaknya juga menjadi dokter. Memang bukan hal aneh, karena profesi dokter memang sangat menjanjikan bagi masa depan. Orangtua mana yang menginginkan anaknya hanya menjadi orang biasa, atau nantinya hanya sebagai karyawan biasa dengan gaji minim?

Namun, sebelum membuat keputusan penting pada anak, dua hal ini seharusnya menjadi panduan kita sebagai orangtua:

1. Segala sesuatu yang dilakukan dengan terpaksa, fatal akibatnya

“Saya terpaksa, Pak, menikah dengan dia, tetapi bagaimana lagi, karena ini permintaan terakhir ibu saya sebelum meninggal dunia. Ya, saya dijodohkan dengan wanita pilihan almarhum ibu dan yang sekarang menjadi istri saya.

Yang terjadi kemudian sangat mudah ditebak. Saya asyik dengan kehidupan sendiri bersama teman-teman dan komunitas saya, sedangkan Istri juga jalan sendiri dengan kawan-kawannya, yang saya sendiri tidak kenal. Rumah hanya sebagi tempat istirahat kami semata.”

Ada juga orangtua yang memaksakan kehendaknya pada anak yang tidak berbakat menari, tetapi disuruh ikut les nari. Jangankan bisa mengikuti lomba, melakukan gerakan dasar tari saja belum bisa juga.

Atau ada juga anak yang dipaksa masuk ke jurusan pendidikan yang tidak dikuasainya. Ibarat menunggu bom waktu meledak. Anak itu bisa stres karena tidak bisa menyelesaikan pendidikan hingga waktu yang ditentukan, atau bisa juga  mengambil jalan pintas dengan cara bunuh diri karena tidak kuat dengan apa yang dihadapinya.

“Kamu harus meneruskan sekolah di luar negeri, karena dengan itu jalur kariermu terbuka luas nantinya,” ucap seorang orangtua kepada anak laki-laki satu-satunya.

Jangan karena anaknya cerdas dan orangtua mampu secara materi, lantas orangtua menuntut anaknya sekolah di luar negeri. Perhatikan pula kesiapan mental anak. Bayangkan bagaimana perasaaan anak yang dari kecil selalu bersama dekat orangtua, tiba-tiba harus pergi jauh dalam waktu yang lama.

Orangtua seharusnya peka dengan kemampuan, bakat, serta minat anak. Jangan hanya cepat menyalahkan anak dengan berbagai macam alasan dan argumen yang membuat anak tidak bisa menentukan pilihannya sendiri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here