Pada umumnya, orang beranggapan bahwa oknum yang paling berpotensi menjadi perusak rumah tangga adalah PIL/WIL alias Pria/Wanita Idaman Lain. Entah berapa banyak orang yang menyadari bahwa sesungguhnya ada pihak ketiga lain, yang jauh lebih dalam menyusup dan merusak kehidupan rumah tangga.

Itulah pornografi – yang biasanya juga disertai dengan masturbasi.

“Kamu harus tahu betapa jahatnya pornografi merusak rumah tanggaku,” ungkap seorang wanita yang hanya berani menampilkan dirinya tanpa nama. Mrs. Anonymous. Ia pun kemudian berkisah tentang pahit getir hidup dengan suami yang adalah seorang pecandu pornografi. Hal yang hanya berani ia sampaikan di balik selubung anonimitas, yang tak berani ia ungkap pada siapa pun yang mengenal dirinya.

Ada terlalu banyak tangisan sunyi dari para istri yang bersuamikan pecandu pornografi. Mereka yang hanya bisa meratap dalam hati, mengeluh dalam kerahasiaan – baik di dunia maya ataupun pada teman terdekat, takut ‘aib’ keluarga akan terbongkar. Namun, di lain sisi, ada juga para wanita yang, karena jiwanya mungkin sudah amat lelah, tak sanggup lagi meratapi kelakuan suami berkaitan dengan pornografi, akhirnya pura-pura tidak tahu ataupun merasionalisasi kecanduan pornografi dan masturbasi suami dengan alasan, “Tidak apa-apa. Toh tidak merugikan siapa-siapa.”

Bagaimanapun, pornografi dan masturbasi dalam kehidupan pernikahan pada kenyataannya tetaplahbukan sebuah kebiasaan normal.

Orang yang kecanduan pornografi dan masturbasi mendatangkan kerugian, baik bagi diri sendiri, bagi pasangan, bahkan bagi anggota keluarga yang lain. Berikut 5 dari banyak kerugian lain yang diakibatkan oleh kecanduan pornografi dan masturbasi:

1. Ketidakpuasan suami yang melukai hati istri

Seorang wanita yang baru beberapa bulan menikah datang kepada ibunya. Tidak seperti pengantin baru umumnya yang berwajah berseri-seri, wanita muda itu tampak sangat kusut dan kusam.

Dengan hati hancur ia bercerita bahwa sejak malam pertama pernikahan ia sudah merasa tertolak dan direndahkan oleh protes suami tentang bentuk tubuhnya yang tidak ‘sempurna’ bak artis yang biasa ditonton di film-film ‘favorit’ sang suami. Selain itu, suaminya juga meminta ia melakukan hal-hal yang dianggap ‘variasi’. Namun, karena tak siap, kembali ia menerima kritik, ia dianggap malas. Berikutnya, sang suami menuntut ia melakukan berbagai usaha untuk “memperbaiki” bentuk tubuh dan melatih gerakannya agar lebih lentur.

Sayangnya, setelah segala upaya dilakukan, sang suami tak kunjung merasa cukup dan puas. Bahkan kritik yang dilontarkan semakin tajam. Menciptakan rasa bersalah dan luka batin pada istri.

Selidik demi selidik, ternyata sang suami telah lama kecanduan pornografi, sejak masih single. Persepsinya tentang pasangan dan keintiman telah dirusak oleh berbagai kebohongan yang ditampilkan dalam tayangan pornografi yang dikonsumsinya. Itulah sebabnya ia selalu mempunyai tuntutan yang berlebihan dan tidak bisa menerima istri apa adanya. Selain itu, sebagaimana pecandu pornografi lainnya, sang suami tanpa sadar menjadi sangat tergantung pada pornografi. Kepuasannya ada pada tokoh khayalan yang terdapat di film. Dengan kata lain, ia hanya bisa dipuaskan [untuk sementara waktu – karena waktu berikutnya hatinya akan kembali gundah] oleh tontonan porno yang umumnya dilanjutkan dengan masturbasi.

Ya, sekalipun telah memiliki pasangan yang sah ia seringkali tetap memilih menempuh jalan memuaskan diri sendiri. Ia melakukan itu untuk menghindari rasa kecewa terhadap pasangan, yang tidak seperti apa yang ada di fantasinya. Ia tak mampu merasa cukup dengan pribadi yang riil, istrinya sendiri.

Bak lingkaran setan, masturbasi yang dilakukan sang suami pun kian menambah luka istri. Istri menjadi terabaikan oleh suami yang hanya memikirkan pemenuhan kebutuhan dan hasrat diri sendiri. Tak jarang pertengkaran terjadi karena hal tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here