2. Mengarahkan Emosi Anak
“Aku sudah bilang ke X dan Y biar berhenti mengejek aku. Tapi tetap aja mereka nggak mau diam. Aku nggak suka!” kata Dave berulang kali.
“Rasanya gimana, Dave?” tanya saya lebih detail.
“Aku marah, dan mau REVENGE!” ujarnya mantap.
Olala, tahu dari mana istilah ini? Begitu pikir saya saat mendengar jawaban tersebut.
“Kamu tahu artinya revenge?”
Dave menganggukkan kepalanya.
“Revenge itu laporin balik ke Ms (guru kelas),” jawab Dave.
“Begini, Nak. Revenge itu berarti kamu membalas perbuatan jahat. Ada yang pukul Dave, kamu pukul balik. Tapi melaporkan itu bukan revenge. Itu tindakan yang BENAR. Daripada kamu mengejek balik, kamu boleh lapor ke Ms kalau kamu ga suka,” urai saya panjang lebar.
Kenali emosi anak saat ia menceritakan kronologis kejadian yang dialami, dan koreksi pemahamannya jika perlu diarahkan, agar mereka mengerti bagaimana merespons kejadian ini dengan tepat.
3. Mengajak Anak untuk Berpikir Cerdik
“Lain kali, kalau ada yang mengejek kamu dan bilang kamu kelas 0 B, jangan jengkel dulu,” saran saya.
“Aku harus bilang gimana, Ma?” tanya Dave penasaran.
“Kamu bukan anak kelas 0, tapi kelas 2.
Coba bilang saja, kalau aku 0 B, kamu 0 E.”
Dave terlihat bingung. Kemudian saya menjelaskan bahwa abjad B lebih dulu daripada E. Dave mulai paham, dan raut wajahnya terlihat sedikit cerah.
“Santai aja kalau diejek. Belajar membalas pakai kata-kata yang pintar, Dave,” hibur saya.
Perjalanan ini tentunya masih panjang. Akan ada episode up and down yang mengintip serta menyapa anak sulung saya. Yang jelas saya percaya, percakapan hari itu akan menjadi bekal dasar baginya untuk lebih tegar dalam menghadapi perundungan.
Baca Juga:
Tak Hanya Bicara, Orangtua Belajarlah Mendengarkan Anak-Anak. Inilah Cara dan Manfaatnya