Pesta demokrasi sudah usia. Namanya saja pesta, coblosan kemarin seharusnya dimaknai dengan sukaria, tidak perlu euforia yang berlebihan bagi sang pemenang dan pendukungnya. Demikian juga dengan dukacita yang mendalam bagi yang kalah dan penyokongnya.

Inilah 3 hal yang saya amati dari coblosan kemarin:

Pertama, baru kali ini saya melihat pesta demokrasi begitu meriah

Tingkat partisipasi masyarakat baik di Indonesia maupun di luar negeri begitu hebat. Mereka rela bangun pagi—bahkan ada yang mengejar pesawat paling pagi—agar bisa ke KBRI untuk mencoblos. Inilah yang menambah ‘bumbu’ kemeriahan.

“Coblosan yang lalu, saya sampai kenyang karena ibu-ibu menyediakan masakan khas Indonesia dari berbagai daerah,” ujar anak sulung saya yang kali ini mencoblos di Indonesia.

Kedua, TPS pun—dengan uang sendiri—melakukan kreativitas habis-habisan

Bahkan ada yang sampai memakai kostum Avenger untuk menyambut calon pencoblos. Keren karena bertepatan dengan akan diputarnya Avenger End Games minggu berikutnya. Tujuannya apa lagi kalau tidak membuat orang penasaran untuk datang dan akhirnya menggunakan hak pilihnya.

Ketiga, bukan hanya mereka yang punya hak pilih yang ikut datang ke TPS, mereka yang di bawah usia pun ikut meramaikannya.

Ibu-ibu muda ikut membawa si kecil di TPS. Demikian juga dengan opa dan oma yang ‘dititipi’ cucu-cucunya. Pasutri pun tampak membawa jantung hatinya ke TPS. Yang menarik, si kecil minta jarinya dicelupkan juga. “Biar dapat es teh manis, Ma,” ujar si imut cantik Ashlynne Daveny beralasan. Lihat saja potretnya di bawah ini:

si imut cantik Ashlynne Daveny

Bayangkan, bagi si kecil, segelas es teh manis pun diperjuangkan dan rela tangannya dikotori tinta ungu. Bukankah yang dewasa pun sama? 

“Pa, di Starbucks dapat discount saat kita menunjukkan jari kita,” ujar anak saya.

Setelah Coblosan Usai

Coblosan sudah usai. TPS pun sudah dibongkar. Yang tersisa hanya kegembiraan bagi yang menang dan kesedihan bagi yang kalah. Semua itu wajar terjadi di alam demokrasi. Yang paling penting adalah What’s next? Kita kembali berkarya di bidang masing-masing. “Bapak terpilih enggak terpilih, saya masih jualan pisang dan kopi,” ujar Kaesang, putra Jokowi. 

“Siapa pun yang jadi presidennya, saya tetap narik online Pak,” ujar seorang driver online kepada saya.

Inilah seharusnya sikap yang benar. Yang memang tidak jumawa. Yang kalah legawa. Justru saat inilah waktu yang tepat bagi kita untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia bisa melakukan pesta demokrasi dengan damai.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here