“Dave tadi ke kelasku sambil nangis. Ditanya ga mau jawab. Coba tanya ada apa?”

WA tersebut dikirimkan oleh saudara kembar saya, yang memancing tanda tanya besar dalam diri saya. Untung saja beliau bekerja sebagai salah satu guru TK, yang kebetulan berlokasi sama dengan SD tempat anak saya bersekolah. Benefit  yang langsung  terasa adalah akses informasi yang dapat diterima dengan cepat lewat pengawasannya.

Benar saja. Sepulang sekolah, Dave masih bersimbah air mata. Ia mengaku di-bully dua teman sekelasnya.

“Oh, kamu di-bully. Memangnya di-bully itu diapakan, sih?” pancing saya.

“Diejek-ejek terus. Nggak dipukul, tapi diejek. Katanya aku kelas 0 (nol) B,” jawab Dave sambil setengah berteriak..

“Ada ejekan lain, atau cuma dibilang begitu saja?” kejar saya.

“Itu saja, nggak ada yang lain lagi. Tapi aku masih marah!” sembur Dave.

Ah, anak mbarep saya memang sensitif. Ia nyaris  tidak pernah menghina orang lain, apalagi memberi julukan kepada seseorang karena masalah fisiknya. Jadi, ia merasa tidak nyaman saat menerima candaan yang menurutnya bersifat merendahkan.

Namun di sisi lain, hal tersebut sebenarnya tidak perlu terlalu dibesar-besarkan. Nah, bagaimana caranya memberi pengertian pada anak  yang sensitif dan merasa di-bully, meskipun mungkin candaan tersebut belum tentu termasuk dalam ranah perundungan?

1. Kenalkan Kenyataan bahwa Bullying Memang Harus Dihadapi

“Dave, Mama tahu bahwa kamu anak yang baik … Dave tidak suka mengejek orang lain. Tapi ada lho, orang-orang yang memang  hobi menghina anak yang baik. Dave harus tahu dari sekarang. Jangan kaget ya,” kata saya panjang lebar.

Mata Dave membulat seperti orang bingung. Pelan-pelan ia mulai memahami bahwa ada beragam karakter. Suka ataupun tidak, hal tersebut harus dihadapi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here