“Ya, saya baru tahu kalau ternyata saya mirip dengan cinta pertama suami saya. Saya kuatir kalau-kalau ternyata ia sebenarnya masih memendam rasa pada mantannya itu. Saya cuman pengganti dan tidak pernah menjadi yang pertama di hatinya,” rangkaian kalimat ini mengalir dari bibirnya seiring upayanya menahan tetes air mata.

“Lho, ga apa-apa khan bu, tak menjadi yang pertama, asal menjadi yang terakhir?”

“Kayaknya yang pertama justru akan menjadi yang terakhir, Pak Wepe,” kali ini tangisnya tak tertahan lagi.

“Lho, kok bisa?”

“Beberapa hari yang lalu kami ribut lagi. Suami saya marah dan berkata akan meninggalkan saya dan anak-anak. Ia tak lagi cinta. Ia mau menikahi cinta pertamanya yang sudah lama menjanda. Ia langsung pergi dari rumah dan tak ada kabar ke mana.”

Sampai di titik ini saya terdiam. Saya matikan rekaman yang tadi saya nyalakan seizin perempuan itu.

Ya, hidup ini adalah pilihan. Kita memilih siapa yang kita cintai. Kita memilih sampai kapan kita akan mencintainya.

Namun, jika pilihan itu hanya memperhatikan kepentingan pribadi, dan tak lagi peduli dengan perasaan orang yang telah dan sedang mencintai kita, bukankah itu hanya bentuk lain dari keegoisan?”

Bagaimana menurut pendapat Anda?

Baca Juga:

Reuni Berbahaya bagi Keutuhan Rumah Tangga? Ya, Jika 3 Hal Ini Menyertainya

Selingkuh karena Puber Kedua? 3 Keintiman Ini adalah Pencegahnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here