“Saya sudah menghubungi pihak instansi yang telah menjanjikan memberi pekerjaan pada saya saat itu, tapi ternyata setelah sekian lama menunggu pihak instansi menolak dan tidak menerima”
Dengan heran saya bertanya, “Lalu?”
“Pihak instansi menolak, dan mengatakan bahwa saya tidak sebaik yang diharapkan; dan itu pun karena mereka mendapat info dari orang lain yang telah melaporkan perihal saya kepada pihak instansi”
Betapa kecewa dan sedih perasaan sahabat saya pada saat itu. Dia tengah menantikan posisi dalam pekerjaan yang telah lama dijanjikan untuknya. Nyatanya dia ditolak hanya karena beberapa orang yang melaporkan sesuatu tentangnya yang dianggap dan terlihat tidak baik.
Saya pun merasa sedikit pedih hati. Mengapa kejadiannya bisa sampai seperti itu? Hanya karena sebuah pembicaraan (omongan) yang tidak baik tentang rekan saya itu, dia harus kehilangan peluang. Bahkan, apa yang dituduhkan kepadanya juga belum tentu kebenarannya.
Beberapa waktu lalu, saya sempat melihat video tentang seseorang yang melamar pekerjaan. Dalam mengikuti beberapa tes, dia dinyatakan baik dan memuaskan, tetapi ada satu penilaian terakhir yang akan menentukan diterima atau tidaknya dia dalam pekerjaan tersebut.
Pihak perusahaan melihat dan mengecek beberapa akun media sosial yang dimiliki Si Pelamar. Ternyata kandidat ini pernah mengunggah postingan-postingan yang tidak baik dengan menggunakan kata-kata yang kasar. Penilaian tersebut ternyata menentukan hasil akhir diterima tidaknya dia untuk bekerja di perusahaan tersebut.
Sulit dibayangkan memang, tetapi agaknya beberapa instansi perusahaan di zaman sekarang sudah menerapkan cara seleksi yang demikian. Walaupun memiliki kemampuan yang baik tetapi jika moral pelamar dianggap minus, pihak instansi perusahaan akan sangat memertimbangkan hal tersebut.
Terlepas dari cara penilaian yang ada, apakah memang rekan saya seperti yang dituduhkan? Ataukah nasib buruk yang dialami teman saya hanyalah akibat unsur ketidaksenangan beberapa orang terhadapnya? Ataukah ini memang suatu kewajaran jika didapati sesuatu yang dianggap tidak baik dari seorang pelamar, lantas dengan mudahnya keputusan yang tidak enak dijatuhkan kepadanya?
Berdasarkan kejadian yang menimpa teman saya, saya belajar beberapa hal tentang penilaian.
1. Apa pun tentang diri kita bisa menjadi sasaran penilaian
Kebanyakan orang mudah memberikan penilaian tetapi sangat sulit untuk menerima penilaian. Tak banyak orang yang bisa menerima penilaian yang ditujukan kepadanya dengan begitu saja.
Memang untuk menerima sebuah penilaian, kita butuh sebuah keahlian khusus yang disebut keikhlasan.
Yang dinilai atas kita pun banyak: bukan hanya satu atau dua hal yang tampak menonjol dan kasat mata saja tentang kita, namun bisa juga dari sisi diri kita yang tak pernah kita duga sekali pun. Terkadang, kita akan dibuat heran dan kaget, “Kenapa kok mereka bisa berpikir begitu?”.