Sebelum kami menikah, saya dan suami mengikuti kelas bimbingan pranikah di gereja. Selain menjalani sesi konseling bersama, kami juga menjalani sebuah sesi ketika sebagai pasangan yang akan menikah kami diminta untuk masing-masing menjawab beberapa pertanyaan yang tertulis di selembar kertas.
Jawaban yang kami berikan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menunjukkan apakah kami memiliki kecenderungan yang sama atau justru berbeda, atau bahkan bertolak belakang sama sekali. Pada saat itu, kami menemukan bahwa saya dan suami cenderung memiliki banyak kesamaan.
Singkat cerita, kami menikah dengan pikiran bahwa dengan semua persamaan yang kami miliki pastilah kami bisa mengatasi dengan baik setiap permasalahan yang bakal menghadang.
Namun, surprise, surprise!
Alangkah kagetnya saya ketika menemukan bahwa rupanya saya salah. Kami sama sekali tidak sama satu sama lain–tidak dalam hal apa pun juga! Lantas apakah kuesioner yang kami isi sebelum kami menikah itu menunjukkan jawaban yang salah?
Mungkin tidak salah. Tapi tetap saja, tidak ada satu pun individu di dunia ini yang sama, bukan?
Ketika sudah menikah memang banyak pasangan baru yang ternyata merasa ‘kaget’ dan akhirnya merasa kecewa terhadap pasangannya. Mereka akan menemukan bagaimana dulu sewaktu pacaran, kekasihnya terlihat “begini”, namun ternyata setelah menikah dalam kesehariannya Si Kekasih ternyata “begitu”.
Namun, apakah ketidakcocokan harus menjadi penghalang dalam menjalankan pernikahan yang berbahagia?
Tentunya tidak! Menurut saya, persamaan atau perbedaan yang dimiliki setiap individu itu wajar dan tidak boleh menjadi poin utama yang mempengaruhi harmonisnya sebuah pernikahan.
Keharmonisan sebuah pernikahan sebenarnya justru tergantung pada lima hal di bawah ini:
1. Komunikasi yang Baik
Ada orang suka menyimpan perasaan ketidaksukaaanya di dalam hati. Jika perasaan tidak suka ini disimpan juga ketika menyangkut pasangan kita, maka pastinya pasangan kita tidak akan tahu mengapa kita selalu terlihat cemberut. Sebaliknya, ada juga pasangan yang sedemikian ekstrimnya dalam menunjukkan ketidaksukaannya terhadap suami atau istrinya sampai pada tahap dan marah-marah dan memaksa agar pasangannya berubah. Akhirnya tidak heran jika terjadi perang dunia setiap hari di rumah.
Jadi bagaimana seharusnya? Mana yang benar, menyimpan perasaan tidak suka atau menyampaikannya?
Jawabannya adalah setiap pasangan harus belajar cara mengomunikasikan perasaan dan pikirannya dengan baik.
Kita tidak boleh sekadar menyimpan saja perasaan kita di dalam hati sehingga mengalami sakit hati sendirian. Sebaliknya, kita juga tidak boleh mengungkapkan perasaan tidak enak di hati kita dengan marah-marah dan berkata-kata kasar, apalagi sampai menyakiti pasangan kita secara fisik.
Komunikasikan apa yang tersimpan di dalam hati kita dengan baik; pilihlah kata-kata yang baik dan membangun, bukan kata-kata yang bisa menjatuhkan pasangan Anda. Nasihatilah pasangan Anda jika Anda rasa dia salah, namun janganlah menyakitinya. Tegurlah dia, namun janganlah menggurui.
2. Keterbukaan
Setiap pasangan harus memiliki keterbukaan satu sama lain. Bersiaplah mendengar keluh kesah yang disampaikan pasangan Anda. Dan, jika memang pasangan Anda menyampaikan suatu keberatan tertentu terhadap Anda, cobalah menerima keberatannya tersebut dan cobalah mengubah diri.
Ketika bertepuk tangan kita harus menggunakan kedua tangan kita, bukan? Demikian juga dalam pernikahan, suami dan istri harus sama-sama mau membuka diri.
Jangan pertahankan sikap keras kepala, mau menang sendiri, dan keegoisan pribadi yang tidak akan membuat hubungan pernikahan Anda menjadi harmonis.