Meskipun senang wisata gunung, saya pun bisa menikmati wisata pantai dan tentu saja lautan. Dari hilangnya kontak radar kapal selam Nanggala 402 kita bisa merasakan bersama dua wajah lautan: indah mengagumkan, namun juga bisa menyebabkan musibah mengerikan.
Saat mengikuti konferensi internasional di Hawaii selama hampir satu bulan, saya sempat mencicipi keindahan alam bawah lautnya. Dengan menaiki ‘kapal selam’ wisata, kami tidak hanya melihat lautan dari permukaan, tetapi juga kedalaman. Ada rasa takjub yang luar biasa saat melihat ke samping yang seperti akuarium raksasa—biasanya ikan yang dikurung, kini manusia yang dikungkung—maupun dari bawah karena lantai ‘kapal selam’ itu terbuat dari kaca tebal transparan.
Tiap hari saya mengikuti berita pencarian mati-matian Nanggala 402 itu dengan hati deg-degan dan doa berkelanjutan bagi para awaknya. Apalagi saat diberitakan bahwa cadangan oksigen di kapal buatan Jerman itu hanya sekitar 3 hari yang artinya bisa habis sewaktu-waktu saat saya menulis artikel ini. Saya bisa membayangkan betapa paniknya para prajurit Angkatan Laut RI. Di dalam sikon mencekam seperti ini, mereka diharapkan tidak banyak beraktivitas atau bahkan tidur untuk menghemat oksigen yang makin menipis. Bukan hanya berdoa dan berharap agar mereka selamat dan pulang ke keluarga masing-masing, saya pun merenungkan tiga hal ini.
Pertama, perjuangan TNI-Polri dalam menjaga marwah dan martabat bangsa kita
Saat kita bekerja atau santai di rumah, bahkan tertidur lelap, sebagian dari mereka terus berjaga-jaga. Apalagi pasca bencana alam atau peristiwa teror apa pun bentuknya. Mereka meningkatkan kesiagaan dan penjagaan. Saya sungguh terinspirasi saat anak kecil Jepang memberikan bunga ke polisi lalu lintas. Demikian juga pelukan hangat seorang nenek kulit putih yang diseberangkan di sebuah jalan yang ramai di New York oleh seorang polisi berkulit hitam. Sejak kapan kita mengucap syukur dan berterima kasih atas peran mereka yang begitu vital? Tidakkah hal ini membuat cinta kita kepada tanah air semakin kental?
Kedua, bukan hanya SDM yang perlu kita rawat dan tingkatkan immune dan kemampuannya, melainkan alutsista kita
Dari berita juga saya ketahui bahwa kapal selam buatan Jerman itu sudah ‘uzur’ meskipun sudah direparasi di Korea Selatan dan dirawat secara teratur. Bagaimanapun usia barang ada masa kadaluwarsanya. Saya tersentuh saat Prabowo Subiatan, menhan kita, mengatakan bahwa kita memang harus memperbarui alutsista kita, namun demi kepentingan rakyat banyak, pembelian dan peremajaan alutsista kita tertunda. Pengorbanan yang layak kita hormati dan syukuri. Biarlah hal ini semakin meningkatkan kecintaan kita kepada NKRI umumnya dan para prajurit khususnya.