Kedua, menahan diri dan emosi
Saat mengetahui bahwa anak saya menonton konten pornografi, saya merasa marah, kecewa, dan sedih. Namun saya mengambil waktu untuk memproses semua rasa marah dan kecewa yang timbul. Saya berusaha untuk tidak langsung melabrak dan mencerca anak saya dengan kata-kata amarah saat kali pertama memergokinya menonton konten pornografi.
Ketiga, mengajak anak berdiskusi serta menggali informasi
Kala sudah bisa mengontrol emosi marah dan sedih, saya mulai mengajak anak saya berdiskusi. Diskusi ini saya lakukan sesantai mungkin dengan gaya bicara khas anak remaja. Kami tidak membahas pelanggaran apa yang telah dilakukannya. Namun, lebih kepada mengapa ia melakukan pelanggaran dan kira-kira apa yang mendorongnya untuk menonton konten pornografi. Lewat diskusi ini saya bisa menggali informasi lebih dalam, termasuk mengecek pemahaman dan penilaiannya tentang pornografi.
Keempat, pahami perasaan anak
Poin yang sangat penting yaitu menanyakan apa perasaan anak setelah dia menonton konten pornografi. Ketika saya menanyakan hal tersebut kepada anak saya, dia berkata, “Ada rasa bersalah dan malu.”
Saya lalu menjawab, “Bersyukurlah jika rasa bersalah dan malu itu masih ada. Apabila engkau izinkan, mama mau menjadi tempat buatmu untuk menceritakan kegagalan atau kesalahan yang sudah engkau lakukan.” Saya lakukan ini bukan karena saya mau kompromi dengan kesalahannya. Saya ingin dia tahu, bahwa saya dapat tertawa dengan keberhasilannya serta saya juga mau menangis bersamanya, ketika ia gagal dan jatuh.