Awalnya saya hanya merasa prihatin ketika kasus Covid-19 merebak di kota Wuhan. Namun ketika virus Covid-19 ini menyebar sampai ke Indonesia, perasaan saya berubah menjadi kuatir. Hingga akhirnya saya mengalami semacam serangan kepanikan akibat melihat dan membaca berbagai berita tentang covid-19 di Indonesia serta jumlah kematian yang begitu tinggi di Italia.
“Aduh gimanaa ini…”
“Kasihan ya tenaga medis yang begitu berdedikasi”
“Duh, yang meninggal kok makin banyak”
“Aduh, jangan-jangan aku carrier?”
“Nanti kalau ada teman atau anggota keluargaku yang kena gimana nih”
Saya pun berurai air mata hingga tertidur. Terbangun di subuh hari, hati saya tetap sedih dan menangis sekali lagi. Hingga keesokan hari pun saya dilanda rasa sedih yang panjang.
Di tengah mental breakdown yang saya alami, tidak pernah sedikit pun terlintas dalam pikiran bahwa saya kurang beriman. Saya tetap percaya bahwa Tuhan itu baik apapun yang terjadi. Saya tetap percaya bahwa “Everything happen for a reason” dan beriman bahwa “This too shall pass”.
Dalam situasi pandemi covid-19 seperti ini, saya menyadari tentang betapa lemah dan terbatas manusia itu. Ada banyak hal yang tidak mampu untuk dikontrol atau diketahui oleh manusia. Ketika anak saya yang berusia 7 tahun bertanya, “Mengapa ada virus di dunia, Mah?”; “Mengapa Tuhan menciptakan virus?” saya tidak mampu memberinya jawaban yang memuaskan.
Saya pun juga bukan tenaga medis yang bisa menolong langsung di lapangan. Apa lagi seorang ahli yang bisa menciptakan anti virus. Saya tidak memiliki uang melimpah untuk menjamin kehidupan mereka yang penghasilannya benar-benar padam. Saya begitu lemah dan terbatas.
Namun di dalam dilema ini, saya menyadari satu hal
“Dalam kelemahanlah Kuasa-Ku menjadi sempurna”.
Ketika kita merasa terpuruk, di situlah saat di mana kita memerlukan The Divine Power. Di dalam kelemahan dan keterbatasan manusia, di situlah kita tidak punya pilihan lain selain percaya dan berserah kepada Sang Empunya Kehidupan.
Merasa tak berdaya bukan berarti tidak bisa melakukan apa-apa. Banyak hal sederhana yang bisa kita lakukan demi mengatasai masa sulit ini, seperti:
- Kita bisa membantu satu dua orang yang kita tahu begitu membutuhkan. Tidak perlu puluhan atau ratusan. Mulailah dalam jumlah sedikit sesuai kemampuan. Bayangkan kalau setiap kita membantu satu atau dua orang. Pasti akan banyak sekali orang yang terbantu.
- Kita bisa menggalang dana untuk menolong sekelompok orang.
- Kita harus mengikuti semua himbauan pemerintah berkaitan dengan penanganan pandemi covid-19. Seruan untuk #dirumahsaja dan menjauhkan diri dari kerumunan. Sumbangsih kecil yang bisa kita perbuat akan berdampak besar bagi banyak orang.
- Kita memilih berkata baik kepada orang-orang sekitar, baik lewat sosial media ataupun melalui obrolan di telepon. Saling mendukung, menguatkan, dan mendoakan.
Dalam kondisi mental breakdown ini, suami tiba-tiba menggumamkan sebuah lagu lawas yang memberi saya kelegaan.
God will make a way
Where there seems to be no way
He works in way we can not see
He will make a way for us
He will be our guide
Hold us closely to His side
With love and strength for each new day
He will make a way
God will make a way
Saya ikut menyanyikan lagu dan tanpa sadar meneteskan air mata. Tapi ini tangisan yang berbeda. Tangisan haru kelegaan.
Air mata saya adalah air mata kelegaan. Air mata pengharapan. God will make a way.