Hari masih menggeliat bangun saat saya berangkat ke kantor.
Sebuah pesan WhatsApp masuk. Dari Pak Hanny, mengingatkan bahwa hari ini adalah Hari Batik Nasional.
Di kantor, beberapa teman tampak mengenakan batik yang bagus dengan model kekinian.
Tiba-tiba saja ingatan saya melayang ke peristiwa bertahun-tahun lalu.
Berkat batik
Saat itu saya sedang berada di negara Paman Sam. Saya sedang berjalan keluar hotel bersama dua orang sahabat. Kami hendak menyewa mobil untuk jalan-jalan. Tiba-tiba sebuah Harley Davidson berhenti persis di depan saya. Seorang pemuda ganteng menyapa, “Anda dari Indonesia, ya?”
Meskipun heran, saya menganggukkan kepala. “Kok tahu kami dari Indonesia?”
“Dari batik yang kalian pakai,” ujarnya.
Perbincangan jadi hangat dan akrab.
“Kalian mau ke mana?” Jonathan tanya lagi.
“Kami mau sewa mobil untuk jalan-jalan,” jawab saya.
“Saya antar saja!” ujar Jonathan dengan wajah antusias.
Apa? Itulah yang terlontar dari pancaran mata kami. Sebabnya, kami bertiga, sedang Jonathan pakai moge.
Seperti bisa membaca ekspresi kami, Jo langsung berkata, “Saya ambil mobil dulu. Kalian tunggu di hotel, ya?”
Tanpa persetujuan, dia sudah menggeber mogenya menjauh. Tidak lama kemudian, si Jo sudah kembali dengam mobil sport-nya. “Milik adik saya,” ujarnya kepada saya saat saya duduk di sampingnya.
“Kok you begitu ramah dengan kami?” tanya saya.
Si Jo tertawa dan berkata, “Saya cinta Indonesia. Saya berkali-kali ke Bali.”
O ternyata …
“Selama di sini, saya saja yang antar kalian ke mana-mana. Dengan satu syarat,” ujarnya, “kalian harus berbahasa Indonesia dengan saya. Biar saya bisa belajar bahasa kalian.”
Wuih keren.
Si Jo benar-benar jadi driver plus tour guide kami dengan gratis. Kami memang berinisiatif untuk mengisikan bahan bakarnya dan mentraktirnya makan. Jauh lebih hemat dan asyik jalan bersama Jonathan. Ada rasa bonding yang kuat dengan saya karena anak sulung saya pun bernama Yonatan.
Peristiwa itu membuat saya semakin mencintai batik.
Saat ini ada puluhan kemeja batik saya.
