Pertama,
perekrutan secret service atau Paspampres.
Perekrutan pasukan elit ini ternyata tidak lepas dari pengaruh lobi sana dan lobi sini. Seorang anggota Paspampres yang seharusnya sehat jasmani dan rohani pun ternyata ada yang migrain parah dan tergantung pada obat-obatan.
Belum lama ini beredar berita viral tentang seorang prajurit TNI yang dianggap sebagai bagian dari orang-orang yang anti-Pancasila. Saat ini beritanya sudah dingin, bahkan menghilang.
Angel Has Fallen bisa membuat kita berkata, “Amerika saja bisa kecolongan, apalagi kita?”
Kedua,
tugas negara sering kali membuat sebuah keluarga harus kehilangan sosok ayah dalam keluarga.
“Negara memanggil” menjadi alasan sah seorang suami meninggalkan keluarganya. Apakah negara peduli jika rumah tangga petugas negara ini berantakan?
Bukankah negara yang kuat dimulai dari keluarga yang sehat?
Seberapa peduli negara terhadap tangisan seorang istri yang terkadang harus membesarkan anak-anaknya sebagai single mother padahal punya suami?
Ketiga,
ini yang paling ditonjolkan dalam film ini, kegetiran para veteran perang yang—setelah berjuang mati-matian untuk negara—hidupnya justru kesepian dan ditinggal sendiri.
Setiap kali melihat para veteran berparade dengan penuh semangat, tidakkah kita pedih jika dalam kehidupan keseharian, mereka masih jauh dari kata sejahtera?
“Kasihan ya?” bisik istri saya lembut ke telinga saya saat menyaksikan veteran tua—diperankan dengan begitu apik oleh Nick Nolte—dengan tangan gemetaran memegang cangkir minum dari kaleng.
“Tremor,” ujar seorang dokter muda di samping kiri saya yang ikut nobar malam itu.
Meskipun ini film Amerika besutan Hollywood, kritik pedas itu bukan hanya ditujukan untuk Donald Trump, bisa juga kepada Boris Johson, Jokowi, dan para pemimpin dunia lainnya.
Para pahlawan, bukan hanya mereka yang gugur dalam pertempuran, tetapi yang tetap bertahan hidup di saat musim gugur dalam hidupnya.
Kiranya negara jangan tidur.