Anak pasti akan berpikir,
mengapa orang tua – orang yang seharusnya paling bisa mereka percayai – justru membohongi mereka?
Lantas, mereka harus percaya pada siapa kalau orang tua mereka sendiri tidak bisa jujur pada mereka.
Alih-alih membohongi anak, saya lebih senang berkata, “It’s okay, rasanya sakit sedikit tapi nanti kamu bisa sehat kembali.” Saya kemudian akan memeluk mereka erat-erat sambil mengatakan, “Ayah [atau] ibu ada di sini menemani. Jangan takut, ya …”
Mendengar kalimat seperti itu, anak bisa lebih dulu mempersiapkan dirinya. Sekaligus ia akan merasa sedikit lebih tenang karena ada orang tua yang tidak akan meninggalkannya.
Anak pasti akan menangis ketika disuntik atau ditusuk dengan jarum infus. Saya sendiri tidak tega melihat anak saya menjerit kesakitan. Namun, saya harus memberanikan diri saya sendiri sebelum saya meyakinkan anak saya bahwa ia juga akan baik-baik saja.
Ibu saya berkata, “Kamu tidak perlu ikut ke ruang tindakan kalau tidak tega.”
Tapi dengan mantap saya menggendong anak saya dan berkata, “Tidak. Apa pun yang terjadi, saya akan selalu mendampingi anak saya.”
Dari pengalaman ini saya belajar,
ada kalanya saya harus mengalahkan perasaan takut saya sendiri dan mendampingi putri kecil saya untuk menghadapi setiap rintangan dalam kehidupannya.
Dengan demikian, saya juga memberikan ia rasa percaya – tidak pakai bohong-bohong lagi – karena saya sendiri juga percaya bahwa ia pasti sanggup menghadapinya.
Orang bijak berkata, berhati-hatilah dengan apa yang Anda ucapkan, bahkan ke seorang anak kecil sekalipun.
Perkataan yang bijak dapat memberikan kekuatan. Namun perkataan yang salah dapat menghancurkan.
Words can help, words can heal. But it can also hurt and can also kill.
“It’s going to hurt a little, but it’s going to be okay. Get well soon, my little angel.”