Ada stigma yang senantiasa diulang-ulang, yaitu bahwa para duda sering nakal dan para janda selalu menggoda entah anak muda atau suami orang.

Jika stigma itu muncul pasti ada penyebabnya. Mana ada api tanpa ada asap. Namun, kalau stigma itu digeneralisasi alias digebyah uyah, saya tidak setuju.

Dari pengalaman saya mengenal para duda dan para janda, banyak di antara mereka yang tetap setia dengan pasangan. Salah satu duda yang bahkan dikagumi banyak orang sampai dibuatkan filmnya adalah Pak Habibie.

Apakah duda selalu nakal dan janda selalu menggoda? Inilah kisah duda dan janda inspiratif yang saya temukan. Click To Tweet

 

 

“Saya sudah puas jika bisa mengentaskan anak-anak saya setelah istri tiada.”

Itulah jawaban yang membuat saya ikut terharu.

Sejak ditinggal meninggal oleh istrinya bertahun-tahun yang lalu, saya tetap merasakan keramahannya setiap kali bertemu dengan saya. Bagi yang tidak mengenalnya, bapak ganteng ini terkesan dingin. Namun, kalau sudah kenal, ramah juga.

Apa yang dia lakukan untuk mengusir kesepian? “Saya fokus pada pekerjaan saya, apalagi saat ini perusahaan harus fight agar bisa bertahan,” ujarnya dengan tatapan mata tajam.

Meskipun matanya masih berlinangan saat teringat istrinya, bapak tinggi besar ini tampak tegar. Bukan sekadar move on, dia berhasil mengatasi kesendiriannya dengan berfungsi sebagai ayah sekaligus ibu bagi anak-anaknya yang masih sekolah.

“Saya bersyukur karena Tuhan memampukan saya untuk menjadi single parent. Saya sudah puas jika saya berhasil mengentaskan anak-anak saya satu per satu setelah istri tiada,” ucapnya dengan tatapan mata ke depan.

 

 

“Bagi saya, meneruskan usaha suami adalah prioritas utama.”

Ucapan ini berasal dari istri seorang usahawan yang ditinggal suami begitu mendadak. Pada mulanya, dia begitu shock saat mendapat kabar suaminya meninggal saat perjalanan bisnis. Namun dengan berjalannya waktu, saya melihat ibu ini bisa bangkit kembali. Bahkan saat bertemu kembali, ibu ini sudah ceria kembali. Dia dikelilingi oleh anak, menantu dan cucu yang begitu supportive terhadapnya.

“Meskipun bukan bidang saya, namun pekerjaan apa pun bisa kita pelajari, kan?” jawabnya dengan senyum lebar.

Kini usahanya makin maju. Bukan saja karena dia sudah belajar know how-nya, melainkan juga dibantu anak-anaknya yang langsung terjun ke lapangan begitu sang ayah tiada.

Baca Juga: “Adakah Pria Baik di Dunia?” Jawabannya Sungguh Tak Terduga, juga oleh Saya

 

 

“Saya tidak pernah membedakan anak kandung dan anak tiri. Semua anak saya!”

Ucapan itu berasal dari seorang janda beberapa anak yang menikah lagi dengan duda beberapa anak. Mereka tampak rukun bersama.

Rahasianya? “Kami tidak pernah mengungkit-ungkit masa lalu kami, melainkan fokus ke depan,” ujar sang suami yang direspons dengan anggukan oleh istrinya.

“Sejak menikah dengan Bapak,” ujar sang istri sambil memegang lengan suaminya, “saya memberitahu diri saya sendiri bahwa sekarang saya punya empat orang anak. Di dalam hati pun saya tidak lagi mengatakan ini anak-anak saya dan yang itu anak-anak suami.”

Kesepakatan dan kekompakan yang mereka rundingkan sejak penjajagan untuk menikah kembali itulah yang menyelamatkan mereka dari persaingan antaranak. Mereka bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Saat makan bersama saya, saya bahkan tidak tahu mana yang anak sang suami dan mana anak bawaan istri. Mereka tampak harmonis sampai sekarang.

Baca Juga: Membesarkan 7 Anak dari 3 Istri Simpanan, Perempuan Bijak Ini Memenangkan Kembali Suaminya dengan Strategi Apik dan Cerdas

 

 

Mengapa mereka bisa?

Di tengah stigma buruk masyarakat yang menganggap sebagian duda nakal dan janda suka menggoda, pertemuan dan pertemanan saya dengan duda dan janda di atas menunjukkan bahwa banyak duda dan janda yang bisa menjadi teladan.

Dari persahabatan dengan mereka, saya bisa menarik benang merah nilai-nilai apa yang bisa kita pelajari.

 

1. Menjadi duda dan janda bukan pilihan sejak semula

Setiap kita menginginkan pernikahan yang berbahagia. Jika akhirnya kita bercerai, diceraikan, atau ditinggal meninggal dunia oleh pasangan, itu seringkali di luar pemikiran kita. Namun, jika itu sudah terjadi, tidak perlu disesali secara berlebihan. Penyesalan karena salah memilih bisa, namun penyelesaian setelah itu terjadi justru lebih penting lagi.

Baca Juga: Bukan Harapan, tetapi Keadaan yang Harus Diterima. Menjadi Seorang Janda, Hanya Perempuan Kuat yang Sanggup Menjalaninya

 

2. Tetap menduda dan menjanda atau menikah lagi itu pilihan

Di antara sahabat saya—para duda dan janda—ada yang memutuskan untuk tetap menduda dan menjanda, seperti dua kasus di atas, atau menikah lagi, kasus yang ketiga. Itu pilihan masing-masing.

Yang paling penting bukan apakah kita tetap menduda, menjanda atau menikah lagi, melainkan kesiapan kita untuk menghadapi hari-hari mendatang.

Jika kita merasa oke hidup sendiri dan merasa nyaman, why not. Demikian juga jika kita ingin mempunyai pendamping agar bisa saling topang dan tempat curhat di masa tua, tidak ada salahnya juga. Pemikiran matang dan dewasalah yang kita butuhkan untuk menjatuhkan pilihan. Jangan lupakan juga Tuhan yang memprakarsai pernikahan pertama di dunia.

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here