“Kamu akan menemukan bahwa ada perbedaan besar antara masa pacaran dan masa pernikahan. Semuanya sungguh amat berbeda. Percaya kata-kata saya!”

ucap Pak Sirait dengan nada bersemangat dan dengan logat Batak yang kental sekali.

 

Opa, begitu kami memanggilnya. Pada sore itu, kami berbincang tentang banyak hal; salah satunya adalah tentang pernikahan. Dengan semangat beliau menceritakan, bahkan menasihati kami yang masih muda ini, tentang kenyataan hidup berumah tangga.

Jika nasihat yang kami dengar adalah dari seseorang yang masih baru menikah selama empat atau lima tahun, tentu nasihat ini akan menjadi biasa saja. Namun, nasihat ini berasal dari seseorang yang sudah berusia 70 tahun, dengan usia pernikahan yang telah menyentuh angka 50 tahun. Bukankah nasihat ini patut didengarkan?

Berdasarkan pengalaman yang sudah dilaluinya, beliau gemar membagi nasihat atau bahan pemikiran bagi mereka yang lajang sebelum mereka memasuki pernikahan. Kiat-kiat yang disampaikan Opa Sirait bisa menolong kita untuk berpikir secara matang tentang apa itu pernikahan dan apa yang harus dipersiapkan jika akan memasukinya.

 

 

1. “Pernikahan adalah sebuah dimensi yang buruk untuk dimasuki. Percayalah!”

“Semua yang terjadi di masa pacaran, yang indah-indah itu, akan tiba-tiba hilang sejak kau nikah. Ketika kau baru tahu kalau dia jarang mandi, joroknya, atau tidurnya ngorok, suka kentut, waktu tidur mulutnya terbuka, sedikit ngiler, cerewet, kamu akan tercengang dan berpikir dalam hatimu, ‘bagaimana mungkin aku bisa menghabiskan sisa hidupku bersama orang seperti ini?’
Memasuki sebuah bahtera rumah tangga bukanlah sebuah hal yang mudah. Ini butuh persiapan matang. Kejadiannya bisa diumpamakan seperti seorang tentara yang harus siap memasuki medan perang. Ia perlu mempersiapkan mental dan juga fisiknya.
Sering kali orang berpikir bahwa pernikahan adalah hal yang mudah. Padahal,

pernikahan merupakan sebuah pilihan paling berisiko yang pernah diambil oleh manusia.

Pernikahan bukanlah tentang persiapan tempat nikah, event organizer yang baik dan baju nikah yang keren. Bukan! Pernikahan adalah tentang persiapan diri dan persiapan karakter untuk menerima orang lain masuk dan berbagi di dalam kehidupan kita.
Ingat, pikirkan dahulu sebelum memilih! Salah membuat pilihan, sesal seumur hidup. Share on X

 

 

2. “Pernikahan bukanlah sekadar sebuah pilihan untuk hidup bersama, tetapi sebuah perjanjian, bahkan, sumpah untuk menghabiskan sisa hidup bersama-sama.”

Pernikahan adalah sebuah sumpah. Ia bukan sekadar pilihan. Ia bukan memilih untuk hidup bersama, tetapi bersumpah untuk tetap bersama.
Pilihan dan sumpah merupakan dua kata yang berbeda. Pilihan hanya bersifat manusiawi, tetapi sumpah memiliki muatan manusiawi sekaligus Ilahi [sakral].
Maka itu dalam pernikahan, kita mengucapkan janji, bahkan sumpah. Itu berarti apa yang kita ambil sebagai jalan hidup kita merupakan sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan manusia.
Janji dalam pernikahan adalah sesuatu yang bersifat untuk dilakukan.
Janji bukan diucapkan, janji itu dilakukan. Itu baru janji!” kata Opa.
Banyak orang bercerai karena berpikir bahwa janji pernikahan hanya sebatas ucapan belaka. Padahal, janji pernikahan merupakan tindakan yang harus diwujudnyatakan. Itu baru namanya janji!
Bagi beliau,

ketika kecantikan telah pudar, ketampanan telah usai, dan kekuatan telah hilang, hanya janji yang akan menopang bahtera rumah tangga itu tetap berdiri. Itulah seni cinta.

 

3. “Kalau istri sudah jelek, itu karena perbuatanmu, hai laki-laki!”

Sering kali suami menjadikan istri sebagai objek. Akibatnya ia memperlakukan istri sebagaimana ia suka, yang penting ia senang. Ia melihat istri sebagai benda yang habis pakai, sesudah itu dibuang. Maka itu dengan gampang ia bisa mencari alasan untuk bercerai dan mencari yang baru. Ini namanya cinta atas dasar ‘berguna atau tidak’.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here