“Kalau sudah besar mau jadi apa?” itulah salah satu pertanyaan favorit saya pada anak-anak.
Jawaban mereka sangat beragam dan menarik. Penuh kejutan!
Suatu sore, seorang ibu yang saya kenal bertanya pada putrinya, “Kalau sudah besar mau jadi apa?”
Jawaban sang anak sungguh di luar dugaan.
“Security!” pekiknya mantap.
Kita mungkin tertawa kalau anak usia balita yang mengatakannya. Lucu dan polos, begitu ujar kita.
Bagaimana kalau itu jawaban anak yang sudah besar? Katakanlah, sudah berusia dua puluh tahun? Apakah orang tua masih akan tertawa mendengar anaknya dengan tegas berkata ingin jadi security guard? Menjadi satpam? Tukang becak? Atau pekerjaan lain yang …. maaf, dianggap rendah oleh masyarakat?
Bukan rahasia lagi, tukang becak, satpam, dan pekerjaan lain yang dianggap kecil itu memang penghasilannya juga kecil. Orang tua mana yang ingin anaknya hidup susah di masa depan? Setiap orang tua tentu ingin yang terbaik bagi anaknya. Termasuk masa depan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Bukankah itu wajar?
Jawaban yang jujur dan polos dari anak-anak kecil tentang cita-cita mereka terhadap pekerjaan yang dianggap rendah itu tak seharusnya kita sepelekan.
Daripada sibuk mengoreksi cita-cita anak, mengapa tidak mengoreksi hati kita sebagai orang tua? Share on X
Apa salahnya jadi security guard?
Jadi tukang becak, satpam, atau melakukan pekerjaan lain yang sering dipandang sebelah mata bukanlah dosa. Kalau kita tidak jujur saat bekerja, itu baru dosa.
Bukankah lebih baik punya jabatan yang rendah disertai kejujuran daripada berkedudukan tinggi tapi bertindak lalim?
Sebagai orang dewasa, sering kali kita lebih memilih uang di atas segalanya. Pekerjaan yang tak disuka pun rela dilakoni asal upahnya besar!
Mari belajar dari ketulusan hati seorang anak dalam memandang sebuah profesi.
Jauh lebih penting bekerja dengan benar, daripada sekadar berpenghasilan besar.
Mengapa Ingin Jadi Security Guard?
Jangan hanya tertawa terbahak ketika mendengar anak kecil mengeluarkan jawaban polos mereka. Mereka serius, loh, waktu bilang mau jadi tukang becak, satpam, asisten rumah tangga, atau apa pun itu. Jawaban mereka bahkan lebih serius daripada pertanyaan kita kepada mereka.
Alasan anak-anak tentunya beragam. Meskipun demikian, hanya ada satu alasan utama mengapa mereka ingin melakukannya: karena melihat!
Anak-anak sering sekali mengamati bagaimana orang-orang ini bekerja: tukang becak, satpam, pembantu, penjaga warung, tukang sapu jalanan, dan lain-lain. Cara kerja merekalah yang mungkin menginspirasi anak sehingga ingin bekerja seperti mereka juga kelak.
Berdasarkan pengalaman pribadi, biasanya anak TK banyak sekali yang ingin jadi guru. Kenapa? Ya, karena setiap hari ketemu gurunya! Sesederhana itu.
Sebagai orang tua, keteladanan macam apa yang telah kita tunjukkan pada anak? Mengapa ketika melihat orang tuanya sukses dan kaya, anak justru tidak terinspirasi? Share on X
Security yang menjadi pahlawan
Dari peristiwa tragis peledakan bom bunuh diri di Surabaya yang lalu, beberapa orang security menjadi korban. Bahkan ada yang meninggal di tempat, terkena ledakan saat melaksanakan tugas.
Kisah Bayu pastilah tak asing di telinga kita. Kalau bukan karena dia mengadang kedua teroris, mungkin bom bunuh diri itu akan memakan lebih banyak korban lagi di dalam gereja.
Tentu tak seorang pun berharap anaknya menjadi security untuk tewas terkena ledakan bom. Namun, orang tua mana yang tak bangga dan terharu mengetahui bahwa sampai akhir hayatnya sang anak telah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik? Tidak sekadar menjaga, Bayu bahkan memberikan dirinya supaya orang lain selamat.
Kita kini harus mengakui, walau tampaknya remeh tapi tugas security amatlah penting, di mana pun itu. Demikian pula jenis pekerjaan yang kita anggap rendah lainnya. Walau terkesan sepele, bisa jadi kehadiran mereka yang paling kita butuhkan. Jika demikian, bagaimana mungkin kita memandang rendah pada mereka?
Pekerjaan apa pun itu, yang terpenting bukanlah kedudukan atau jumlah uang yang dihasilkannya. Memilih menjadi apa pun anak kita kelak, yang penting ia hidup memuliakan Tuhan dan berguna bagi sesama.
Daripada mengoreksi cita-cita anak, diskusikan dan tanamkan pada mereka, bahwa mereka tidak boleh sekadar menjadi apa yang dicita-citakan tanpa menghasilkan apa-apa bagi Tuhan dan sesama.
Hidup dan pekerjaan mereka haruslah bermakna.
Selamat mendukung dan mendoakan anak-anak agar dapat mencapai cita-cita!